Al-Hasanah Publishing

Al-Hasanah Publishing
Punya naskah? Ingin diterbitkan jadi sebuah buku? Percayakan naskah Anda bersama penerbitan kami

Jumat, 30 April 2021

Teori Arkeologi di Indonesia

 Tahap perkembangan arkeologi di Indonesia terdiri atas:

  • Fajar Arkeologi Indonesia (1700 – 1820)
  • Tahap Eksplorasi (1820 – 1900)
  • Tahap Sintesa (1900 – 1945)
  • Arkeologi Nasional (1945 – 1980)
  • Tahap Aplikasi (1980 – 1995)
  • Perkembangan terbaru (1995 – sekarang)

Fajar Arkeologi Indonesia:
  • Tahun 1705 ditandai dengan adanya Rumphius beserta teori-teori spekulatifnya
  • Tahun 1773 C.A. Lons mengunjungi dan melaporkan mengenai kondisi Candi Prambanan
  • Tahub 1778 Koninklijk Batavia aschGenootschap van Kunsten and Wetenschappen dengan semangat “Enlightment” tetap lebih banyak mengumpulkan dan medeskripsikan sebuah benda tanpa adanya upaya terhaap penjelasan secara lebih ilmiah
  • Sir Thomas Stamford Raffles (di Indonesia 1811 – 1816) juga tetap pada upaya deskripsi dengan penjelasan berdasarkan atas legenda dan cerita rakyat yang ada

Tahap Eksplorasi:
  • tahun 1822 tedapat Komisi untuk Eksplorasi dan Konservasi Benda Antik
  • Eksplorasi yang dilakukan bertujuan untuk disajikan di Museum
  • Penelitian Arkeologi Islam lebih kepada seni & sejarah
  • Penelitian Epigrafi berkaitan dengan Linguists, Filolog
  • tahun 1885 adanya Java Institute
  • tahun 1888 Penelitian Manusia Purba berkaitan mengenai Evolusinya
  • Masih cenderung berupa klasifikasi dengan kajian bandingan yang kemudian dijelaskan dengan Teori Migrasi dan Difusi


Tahap Sintesa:
  •  tahun 1900 diselegarakan Pameran Kolonial Internasional di Paris. Pameran ini diseleggarakan atas dasar adanya kebanggaan kolonial yang mampu memberikan identitas
  • tahun 1901 – 1905 dibetuk Komisi Penelitian Arkeologi Hindia Belanda di Jawa dan Madura yang dipimpin oleh J.L.A Brandes yang menjadi awal pemantapan “state archaeology
  • tahun 1910 Krom ambil alih, dan mengusulkan agar komisi tersebut dirubah menjadi Jawatan
  • tahun 1913 akhirnya Komisi tersebut berubah menjadi Oudheid kundige Dienst, yang dipimpin oleh Krom (1913 – 1915), setelah itu Bosch, dan terakhir oleh Stutterheim
  • tahun 1920 para Sarjana Indonesia, terutama filolog, mulai terlibat dalam hal text-added archaeology. Hingga pada taun 1923 bagian Seksi Prasejarah mulai diakomodasi kegiatannya hingga kemudian tahun 1931 mulailah ditetapkan hasil-hasil fisik berupa Restorasi/Pemugaran Monumen yang disertai deskipsi tunggal hingga monograf. 
  • Adapun dari segi perkembangan teori, tidak banyak mengalami perubahan naun masih lebih mengandalkan deskripsi dan kajian komparatif. Namun ada pula upaya untuk mensintesakan aspek formal, spasil, dan temporal sehingga nantinya sejarah budaya dapat terlihat lebih utuh. Sedangkan Bosch diwaktu bersamaan, mulai menyemaikan gagasan peran budaya lokal menjadi Teori Arus Balik.


Arkeologi Nasional:
  • Terjadi pada Masa Menjelang dan Awal dari Kemerdekaan
  • Pad masa ini, Peran sarjana Indonesia mulai dominan
  • tahun 1953 R. Soekmono diangkat menjadi Kepala Dinas Purbakala
  • Hasil fisik (baik penelitian & pemugaran) menurun karena keadaan situasi negara
  • Namun, Kebutuhan untuk persatuan dan kesatuan Indonesia sangat besar sebagai identitas kesatuan budaya dan sejarah, disinilah pentingnya peran M. Yamin
  • selain itu, Peran agen budaya setempat “local genius” semakin kuat a.l. Quaritch Wales yaitu Archaeology as Identity
  • kemudian pada tahun 1960-an perspektif baru mulai diperkenalkan sejak adanya hubungan keilmuan dengan luar negeri. Dimana Sarjana Indonesia mulai mengadopsi Teori-teori Graham Clarke dan Gordon Childe yang cenderung bersifat sosial, meskipun hanya terlihat di permukaan. Sementara, beberapa teori identifikasi jaman sebelumnya mulai diragukan seperti Candi : Fungsi dan pengertiannya
  • terjadi pula Perubahan organisasi (munculnya lembaga penelitian) yang juga tidak banyak mengubah kecenderungan Teori yang telah ada



Tahap Eksperimental:
  • Awal 1970-an, perubahan teoritik mulai sedikit tampak terutama lewat lembaga pendidikan, sebagai akibat interaksi dengan pakar atau lembaga asing. Hal ini ditandai dengan pada tahun 1977 Workshop metode arkeologi diwarnai dengan bahan-bahan yang cenderung bercorak “New Archaeology”. Selain itu, The Ford Foundation mendukung pendidikan arkeolog Indonesia di US, mengirim tenaga ahli, dan menyediakan buku-buku yang pada akhirnya makin memperkuat “new archaeology” di Indonesia. Hal tersebut juga memicu munculnya aplikasi teori-teori baru bercorak “New Archaeology” di Indonesia, walaupun dalam taraf eksperimental lebih ke Toward scientific archaeology ?
  • Contoh-contoh kajian “New Archaeology”, diantaranya: Penggunaan Etnoarkeologi yang lebih terkendali, Action-based model untuk eksplanasi, Pendekatan Ekologi Budaya dan Arkeologi Lingkungan, Pendekatan materialisme lebih menonjol daripada mentalisma, Kajian proses tafonomi, Masalah Induktif – Deduktif dipersoalkan, Metode analisis data kuantitatif mulai dicoba, dan Konsepsi Pengelolaan Sumberdaya Budaya mulai diperkenalkan
  • Namun bagaimana pun, Teori-teori Sejarah Budaya masih lebih dominan sehingga menjadikan Arkeologi sebagai Identitas tetap



Perkembangan terbaru:
  • Perbedaan pandang paradigma sejarah budaya dan proses budaya sebenarnya ada di Indonesia, tetapi tidak banyak dipahami
  • pada Tahun 1991, pengaruh pasca-prosesual mulai masuk ke Indonesia. Hal ini ditandai dengan adanya Rujukan buku Reading the Past karya Ian Hodder dalam makalah Edi Sedyawati di PIA Batu Malang. Kemudian pada tahun 1993 diselenggarakan diskusi teoritik dalam EHPA di Kaliurang yang memperkenalkan keragaman teori arkeologi, termasuk pasca-prosesual (Mundarjito&Tanudirjo). Selanjutnya tahun 1994 terdapat Epigrafi dalam konteks Hermeneutika (Tanudirjo) tahun 1996 terdapat Arkeologi Pasca-Modernisma (Tanudirjo) dan pada tahun 2000 adanya Nilai Lama menatap Masa Depan (Magetsari)
  • Dari catatan perkembangan Arkeologi di Indonesia, setidaknya ada dua hal yang perlu direnungkan lebih lanjut: 1) Bagaimana sebenarnya kecenderungan perkembangan teori Arkeologi di Indonesia? dan 2) Arkeologi di Indonesia banyak dimanfaatkan untuk mencoba mencari jatidiri ataukah Arkeologi untuk Mencari Jatidiri?
  • Tersirat bahwa dalam hal berteori, sebenarnya Arkeologi Indonesia belum dapat dikatakan mandiri, namun sebaliknya masih tetap mencari jatidiri, dan bahkan masih banyak teori yang diterapkan tidak lebih dari sekedar adopsi gagasan dari mancanegara. 
  • Sehingga Pertanyaan yang perlu diajukan adalah Apakah sumbangan Arkeologi Indonesia untuk memperkaya Teori Arkeologi?

Adapun arkeologi untuk mencari jati diri, bertalian erat dengan berbagai masalah seperti:
  • Masalah dengan identitas, yakni: What is identity? dan Identity for whom?
  • Masalah dengan entitas, yakni: Data arkeologi menjadi budaya arkeologi dan menjadi etnisitas?, ataukah Budaya arkeologi sama dengan etnisitas dan sama dengan identitas?
  • Masalah denga ninterpretasi, yakni: Relativitas interpretasi dan Is there any truth?

Tidak ada komentar: