Tampilkan postingan dengan label Archaeological Conservation and Laboratory of Archaeology (Konservasi Arkeologi dan Arkeologi Laboratorium). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Archaeological Conservation and Laboratory of Archaeology (Konservasi Arkeologi dan Arkeologi Laboratorium). Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 Juli 2021

Sisa Makroskopis dalam Penelitian Arkeologi

 Sisa-sisa buah, biji, bunga, daun, batang, kayu, dan akar, telah ditemukan pada deposit arkeologi. Kayu dan arang akan dibahas pada pembahasan terpisah.Sisa tanaman makroskopik Eropa utara-barat ditemukan oleh Charring, berada pada kondisi anoxic (seperti genangan air), atau dengan mineralisasi (pelestarian mineral atau penggantian mineral). Dalam bangunan, pengawetan juga dapat terjadi melalui kekeringan, dan dengan smoke blackening (misalnya dalam jerami smoke blackening) (Letts,1999).

Sisa Manusia dalam Penelitian Arkeologi

Jenazah manusia yang diekskavasi harus diperlakukan dengan baik, jika ekskavasi diperkirakan akan mengganggu jenazah manusia tersebut, maka harus membuat perizinan. Jika sisa-sisa manusia ditemukan secara tidak terduga, permohonan izin pun harus segera dilakukan yaitu izin untuk memindahkannya. Penemuan sisa-sisa manusia jika dimakamkan di tanah pemakaman yang diakui atau jika ada alasan untuk menganggapnya telah berusia lebih dari 100 tahun, maka tidak perlu melaporkan atau membuat izin pindah jenazah. Biasanya, didaerah yang berada di bawah yurisdiksi Gereja Inggris, hukum gereja berlaku bersama undang-undang sekuler yang relevan. Hal ini berarti bahwa dalam banyak kasus seperti ini, izin untuk menghapus jenazah manusia diperlukan. 

Sisa Tulang (Tidak Termasuk Manusia) dalam penelitian arkeologi

Tubuh vertebrata terdiri dari berbagai jaringan keras dan lunak. Tungau biasanya mencakup tulang, gigi, rambut, kulit telur, dan bahan-bahan lain. Biasanya hanya jaringan keras (seperti tulang, gigi, horncores dan tanduk) yang bertahan hidup. Jaringan keras adalah campuran dari senyawa organik dan anorganik. Kristal mineral anorganik dari kalsium fosfat terletak didalam kisi protein organik (kolagen). Meskipun kolagen (yang mengandung DNA; lihat dibawah biomolekul) bersifat biodegradabel, diberikan beberapa perlindungan oleh komponen mineral. Umumnya, unsur rangka tinggi dari rasio kandungan mineral ke organik, misalnya enamel gigi, bertahan hidup lebih baik di dalam alkali ke deposit normal. Lingkungan lokal mikro, seperti shell middens, yang meningkatkan pH dapat meningkatkan pelestarian di situs, dimana sebagian besar dari sedimen bersifat asam. Jika tulang dipanaskan sampai suhu 6000C atau lebih (ketika menjadi putih atau "dikalsinasi"), mineral direkristalisasi ke dalam struktur yang sangat stabil. Pecahan tulang dapat ditemukan pada banyak tempat dimana enamel gigi telah terurai, meskipun fragmentasi parah sering menghambat identifikasi.

Jumat, 25 Juni 2021

Kondisi Degradasi Yang Terjadi Pada Benda Cagar Budaya

Degradasi bahan adalah kondisi dimana bahan telah mengalami penurunan kualitas baik secara fisik maupun kimiawi dalam bentuk kerusakan (damage) dan pelapukan (deterioration). Adapun faktor yang mempengaruhi terjadinya degradasi bahan adalah lingkungan, yaitu lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro yang dimaksud merupakan lingkungan tempat Benda Cagar Budaya berada, sedangkan lingkungan makro adalah masih berada disekitar lingkungan Cagar Budaya berada, dengan radius 10km.

Analisis Pada Jenis Bahan Benda Cagar Budaya

 Benda Cagar Budaya terbuat dari berbagai jenis bahan, setiap bahannya, memiliki tindakan tersendiri dalam pelaksanaan analisisnya. Berikut adalah jenis bahan Benda Cagar Budaya dan cara menganalisisnya:

Analisis Penyebab Kerusakan dan Pelapukan Pada Benda Cagar Budaya

Pembahasan kali ini akan membahas mengenai analisis penyebab kerusakan dan pelapukan pada Benda Cagar Budaya. Ada beberapa penyebab sehingga Benda Cagar Budaya mengalami kerusakan dan pelapukan.

Pada umumnya, Benda Cagar Budaya mengalami kerusakan karena disebabkan oleh:

Selasa, 22 Juni 2021

Analisis Kerusakan dan Pelapukan Benda Cagar Budaya

Analisis Penyebab Kerusakan

Kerusakan terjadi dapat disebabkan perubahan mekanis, sehingga benda cagar budaya menjadi berubah bentuk dan fungsi. Kerusakan adalah suatu perubahan yang terjadi pada benda dimana sifat-sifat alaminya masih tetap ada. Kerusakan (damage) yang terjadi pada benda cagar budaya berbeda dengan pelapukan (deteriorate).

Perbedaan Antara Analisis Kerusakan dan Pelapukan Benda Cagar Budaya

Proses kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada benda-benda peninggalan sejarah dan purbakala membuat sifat keterbatasan yang dimiliki data arkeologi menjadi bertambah besar, baik secara kualitas maupun kuantitas. Keterbatasan ini tentu berakibat pada usaha arkeologi untuk memahami kebudayaan dan masyarakat masa lalu menjadi semakin terbatas pula, sehingga menyebabkan para peneliti harus sekaligus mengupayakan pelestarian terhadap data yang ditelitinya. Oleh sebab itu, perlu diupayakan untuk mengurangi ancaman terhadap data arkeologi agar keterbatasan tersebut tidak semakin besar. Hal ini juga menjaga kesinambungan penelitian arkeologi selanjutnya.

Minggu, 20 Juni 2021

Sampel Yang Dikumpulkan dan Diproses di Laboratorium Arkeologi

Sampel yang akan dibahas pada kesempatan ini adalah sampel yang biasanya dikumpulkan dan diproses di laboratorium arkeologi. Dalam beberapa kasusu, sampel tersebut juga diikutsertakan dalam menyediakan materi untuk sejumlah sampel yang berbeda.

Kamis, 17 Juni 2021

Jenis-Jenis Laboratorium Arkeologi

Laboratorium arkeologi bertujuan untuk melaksanakan metode pengukuran dan penimbangan artefak yang digunakan di laboratorium pengolahan artefak. Adapun yang dilaksanakan dalam laboratorium arkeologi adalah mengidentifikasi jenis artefak secara luas, kemudian mengukur, menimbang, hingga yang terakhir ialah melakukan penggambaran. Pekerjaan tersebut hampir sama dengan ketika melakukan perekaman data dilapangan.

Sumbangan Sains Kepada Penelitian Arkeologi

Penerapan ilmu sains dalam penelitian arkeologi berawal pada tahun-tahun awal dekade tahun 1950 oleh F.W.Libby, yakni lahirnya kaidah pentarikhan mutlak karbon-14 (Glyn Daniel, 1966). Setelah itu muncullah beberapa ilmu sains lainnya, diantaranya dendrokronologi, T-L (thermoluminiscent), dan archaeomagnetism. Ilmu sains membantu arkeologi dalam penanggalan mutlak pada artefak dan juga jejak pakai yang diteliti. Sumbangan ilmu sains kepada arkeologi sangat besar dalam penanggalan mutlak. Hal ini karena sangat jarang artefak atau jejak pakai yang diteliti meninggalkan inskripsi bertanggal atau catatan penanggalan.

Selasa, 15 Juni 2021

Istilah-Istilah dalam Konservasi Arkeologi dan Tujuan Pelaksanaannya

 Sebelum melangkah lebih jauh membahas mengenai Konservasi Arkeologi, terlebih dahulu kita harus mengetahui istilah-istilah dalam dunia konservasi arkeologi. Adapun istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:

  • Konsevasi merupakan upaya atau kegiatan pelestarian benda arkeologi untuk mencegah atau menanggulangi permasalahan kerusakan atau pelapukannya dalam rangka memperpanjang usianya. Upaya pelestarian dapat berupa perbaikan dan pengawetan. Adapun tujuan konservasi adalah mengusahakan terwujudnya pelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Selasa, 03 September 2019

Analisis Kimiawi dalam Arkeologi

Ilmu arkeologi merupakan ilmu yang multidisipliner, yang memerlukan ilmu lain dalam mengkaji manusia masa lampau dan sekitarnya. Ilmu-ilmu lain tersebut yang akan membantu arkeologi dalam menganalisis. Analisis yang digunakan, misalnya analisis kimiawi, analisis debuga, dan lain sebagainya. Analisis dalam arkeologi sangat diperlukan untuk mengetahui bagaimana hasil budaya manusia masa lalu. Salah satu contoh analisis dalam arkeologi yaitu analisis temuan gigi manusia masa lalu.

Kamis, 04 April 2019

PERATURAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN UMUM LABORATORIUM ARKEOLOGI

 
   Pict from sampul buku of Laboratory Users Guide and Health and Safety Manual, Version 1


Pengerjaan Laboratorium bukanlah hal mudah yang tidak memiliki resiko keselamatan, oleh karena itu sebelum melakukan pengerjaan laboratorium, setiap mahasiswa(i) dan para peneliti wajib mengetahui peraturan kesehatan dan keselamatan laboratorium untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Ada beberapa buku manual kesehatan dan keselamatan laboratorium, namun pada tulisan ini mengacu pada buku “Laboratory Users Guide and Health and Safety Manual, Version 1” yang dikeluarkan oleh Department of Anthropology and Archaeology University Otago in New Zealand yang terbit pada 15 Desember 2014. Buku ini merupakan buku aturan dan pedoman kesehatan dan keselamatan yang diarahkan untuk memastikan keamanan penggunannya di dalam laboratorium. Dimana, di salah satu bab buku ini membahas mengenai “Peraturan dan Keselamatan Umum Laboratorium” yang dapat dijadikan pedoman ketika pengerjaan laboratorium terutama di laboratorium arkeologi. 

Selasa, 26 Maret 2019

Prinsip Pengerjaan Laboratorium Arkeologi

Pengerjaan laboratorium arkeologi pada umumnya tergantung terhadap masalah dan tujuan dari penelitian yang dilakukan. Pada kesempatan kali ini, akan membahas mengenai pengerjaan laboratorium arkeologi berdasarkan buku dengan judul "The Crow Canyon Archaeological Center Laboratory Manual, Version 1" oleh Ortman, Scott G., dkk (May 2005). Walaupun pada dasarnya, buku ini menjelaskan secara spesifik pengerjaan laboratorium arkeologi The Crow Canyon", namun pada prinsipnya, pengerjaan tersebut dapat diterapkan pada pengerjaan laboratorium arkeologi lainnya.

Kamis, 21 Maret 2019

Tata Cara Pelaksanaan Konservasi Benda Cagar Budaya Bahan Kayu

Pict by @pixabay.com


Teknik perawatan kayu yang akan dibahas meliputi benda cagar budaya bergerak dan tidak bergerak. Sedangkan jenis perawatannya meliputi perawatan preventif dan perawatan kuratif secara tradisional atau modern. Dalam melakukan perawatan atau mengkonservasi sebuah kayu, ada tiga fase yang harus dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan. Sebagaimana fase yang dituliskan dalam buku "petunjuk Teknis Perawatan Benda Cagar Budaya Bahan Kayu" yang ditulis oleh Direktorat Peninggalan Purbakala, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata di tahun 2008, yaitu:

Pengenalan Jenis Benda Cagar Budaya Berbahan Kayu

Pict by @pixabay

Kegiatan konservasi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam upaya pelestarian benda cagar budaya. Kegiatan konservasi membutuhkan keahlian dan keterampilannya dalam setiap penanganan benda cagar budaya. Teknis mengkonservasi sebuah benda cagar budaya tergantung pada setiap jenis benda cagar budaya itu sendiri. Seperti halnya dengan benda cagar budaya berbahan kayu. Benda cagar budaya berbahan kayu merupakan sebuah benda yang tergolong mudah rusak atau rapuh.

Selasa, 26 Februari 2019

Masalah Konservasi Arkeologi di Indonesia

Konservasi terhadap benda-benda purbakala sangat penting dalam melestarikan benda-benda purbakala yang ada. Konservasi merupakan sebuah istilah yang menjadi payung dari segenap kegiatan pelestarian. Pelestarian benda cagar budaya merupakan hal yang penting berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh benda cagar budaya dan sesuai dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional. Dalam pelestarian benda-benda purbakala terkadang tidak berjalan sesuai keinginan, disebabkan, dalam melakukan pelestarian atau konservasi terhadap benda-benda purbakala, menghadapi masalah. Masalah tersebut berupa pembiayaan untuk konservasi.

Jumat, 22 Februari 2019

PERENCANAAN KONSERVASI ARKEOLOGI

Hal-hal yang dilakukan para arkeolog atau konservator dalam membuat perencanaan konservasi melalui beberapa tahapan, seperti pada hasil diskusi dengan pak Roby Ardiwidjaja melalui situs jejaring facebook. Menurut beliau, perencanaannya bisa dimulai dari penilaian terhadap pentingnya (situs), penilaian terhadap kondisi fisik hingga daya dukungnya (carrying capacity) sehingga dapat diperoleh landasan untuk menetapkan zoningnya. Setelah itu penilaian terhadap situs dari dampak akibat manusia, alam (erosi), tumbuhan, sarana pelindung.

Selanjutnya, pak Roby Ardiwidjaja juga menambahkan pendapatnya dengan memberikan referensi, yaitu referensi dari "Conservation Planning Process". Di dalam referensi tersebut menyebutkan bahwa yang dilakukan arkeolog/konservator dalam membuat perencanaan konservasi melalui lima tahapan kegiatan. Tahapan tersebut yaitu:

Kamis, 21 Februari 2019

LABORATORIUM DALAM DUNIA ARKEOLOGI


Laboratorium memiliki pengertian yang beragam, ada yang mengatakan bahwa laboratorium atau biasa disingkat dengan lab. merupakan tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah (id.wikipedia.org,2011). Laboratorium dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali. Sedangkan menurut Sukronedi (2006), laboratorium merupakan suatu tempat untuk melakukan kegiatan penelitian, percobaan, atau analisis.

Laboratorium berfungsi untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan agar hasil pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun ilmiah, serta membantu memecahkan permasalahan yang terkait dengan bidang kegiatan yang diteliti (Sukronesi, 2006). Laboratorium bermacam-macam, yang dibedakan menurut disiplin ilmunya, misalnya laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium biokimia, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, serta laboratorium arkeologi dan laboratorium lainnya.

Artikel Popular Pekan Ini