Buku "Alih Bahasa Naskah Tarekat Koleksi Museum Geusan Ulun Sumedang" ditulis oleh Agus Supriatna dan Sasadara Hayunira, yang diterbitkan oleh Perpusnas Press tahun 2024.
Buku "Alih Bahasa Naskah Tarekat Koleksi Museum Geusan Ulun Sumedang" ditulis oleh Agus Supriatna dan Sasadara Hayunira, yang diterbitkan oleh Perpusnas Press tahun 2024.
Sejarah kontemporer ditandai dengan semua karya sejarah muslim berakhir masa penulisannya, dan secara terbatas sejarah klasik dibatasi pada monograf peristiwa-peristiwa tahun-tahun permulaan Islam dan mengenai pemimpin-pemimpin Islam yang paling tua. Kecenderungan karya-karya tersebut lebih menunjukkan unsur keagamaan daripada sejarah. Di dalam semua karya sejarah, para penulisnya menggunakan sejarah masa lalu sebagai latar belakang dari masa sekarang. Dari segi lain, karya sejarah memuat mengenai informasi sejarah kontemporer, sedangkan semua historiografi kontemporer tidak berbeda bentuk dan isi dengan sejarah umum. Para penulis sejarah muslim tidak dapat menghindar dari refleksi terhadap keinginan intelektual pada masing-masing periode, namun mereka juga tidak memberikan sumbangan khusus pada perkembangan bentuk dan isi historiografi lain yang dapat dirasakan ekspresinya di dalam karya-karya sejarah umum. Oleh karena itu tidak banyak yang dapat diungkapkan penulisan sejarah kontemporer di dalam Islam.
Pada mulanya, penulisan sejarah lokal dalam Islam, menonjolkan pertimbangan-pertimbangan keagamaan. Contohnya seperti kritik yang dilakukan oleh Sallami di Khurasan dan Ibnu Hazm di Spanyol yang menimbulkan sebuah ketentuan bahwa seseorang yang menulis sejarah tidak boleh melalaikan sejarah negerinya sendiri. Sejarah lokal pertama kali ditulis oleh Almafarruhi pada abad ke-11 dengan judul "Mahasin Ishbahan". Setelah tulisan itu, mulai banyak penulis lainnya yang menulis sejarah lokal. Para penulis selanjutnya menulis dengan mengikuti karya sebelumnya, namun historiografi lokal tetap memiliki kebebasan bagi penulisnya sehingga dapat menyajikan bermacam-macam bentuk dan isi. Pada awalnya dapat dibedakan dua macam penulisan sejarah lokal dan regional, yaitu historiografi lokal sekuler dan historiografi lokal teologis.
Keragaman penulisan sejarah oleh masyarakat Arab/Islam pada masa silam, ditemukan terdapat tiga kelompok karya sejarah yaitu: Sejarah Umum, Sejarah Lokal atau Regional, dan Sejarah Kontemporer.
Adapun konsep sejarah umum dipopulerkan oleh Franz Rosenthal dalam bukunya A History of Muslim Historiography yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1952. Menurut Rosenthal, pada abad ke sepuluh Masehi terdapat tiga pola sejarah umum:
KHABAR
Khabar merupakan sebuah historiografi Islam yang paling tua. Khabar dikenal sebagai sebuah bahasa lisan yang berhubungan dengan cerita-cerita perang dengan uraian yang baik dan lengkap, biasanya membahas mengenai suatu kejadian yang kalau ditulis hanya terdiri dari beberapa halaman saja. Adapun dalam konteks karya sejarah yang lebih luas sering kali dipergunakan sebagai "laporan", "kejadian", atau "cerita". Khabar memiliki karakteristik yang ditekankan pada garis sanad yang mendahului tiap-tiap khabar. Bentuk khabar ini telah berjalan dan kuat pada masa pra-Islam, yang merupakan bentuk tradisi lisan dan tulisan yang masuk ke dalam masyarakat Islam tanpa adanya ruang waktu yang menyelinginya.
Historiografi Arab/Islam, sangat erat hubunganya dengan perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Dimana kedudukan sejarah dalam pendidikan Islam telah memberikan pengaruh yang menentukan tingkat intelektual penulisan sejarah. Hal ini membuat historiografi Arab/Islam dengan mudah dipelajari dan dipahami dalam kerangka kebudayaan Arab/Islam.
Tujuan awal kajian filologi terhadap naskah Nusantara adalah untuk penyuntingan, atau pembahasan dan analisis atau untuk tujuan kedua-duanya. Objek pengkajian naskah Nusantara oleh bangsa Belanda dan bangsa Eropa lainnya dimulai dengan naskah Jawa dan naskah Melayu.
Penelitian terhadap naskah Nusantara memiliki banyak tujuan. diantaranya untuk penyebaran agama dan untuk kepentingan pengajaran. Adapun penelitian naskah Nusantara yang dilakukan oleh para penginjil yang diutus NBG bertujuan untuk kepentingan penyebaran agama Kristen dengan penerjemahan Alkitab dan penyebaran Alkitab berbahasa Nusantara yang mudah dipahami oleh masyarakat Nusantara.
Saat kedudukan VOC melemah di kawasan Indonesia, maka penyebaran Alkitab dilanjutkan oleh Zending dan lembaga yang disebut Bijbelgenootschap. Pada tahun 1814. lembaga ini mengirim seorang penginjil protestan yang bernama G. Bruchner ke Indonesia dan ditempatkan di Semarang untuk menyebarkan Alkitab di Pulau Jawa. Bruchner berusaha untuk memperlancar berbahasa dan kemampuan untuk menerjemahkan Alkitab dengan cara bergaul dengan masyarakat Jawa dan banyak mempelajari naskah-naskah Jawa.
Penguasaan Eropa khususnya Belanda atas kepulauan Nusantara, tidak hanya terbatas pada usaha dalam penguasaan wilayah politik, ekonomi, dan kekayaan Nusantara. Penguasaan tersebut juga mencakup upaya penguasaan seluruh aspek kehidupan bangsa di kawasan ini.
Perhatian serta minat dalam mengkaji naskah Nusantara dimulai sejak bangsa barat tiba di kawasan Nusantara abad ke-16. Kedatangan bangsa Barat di kawasan Nusantara tidak hanya tertarik oleh kekayaan yang dimiliki bumi Nusantara yang subur dengan hasil bumi yang sangat dibutuhkan, tetapi juga terhadap keberadaan naskah Nusantara yang kemudian menjadi bagian perhatian sejumlah bangsa pendatang tersebut.
Pada awal abad ke-19, Alexander Hamilton dari Inggris dan Schlebel dari Jerman, dikenal sebagai tokoh-tokoh yang memajukan studi naskah Sansekerta di Eropa.
Naskah India yang paling tua adalah naskah keagamaan yang ditulis sekitar abad ke-6 SM, yaitu naskah Weda yang merupakan kitab suci agama Hindu yang terdiri atas 4 bagian: Regweda, Samaweda, Yajurweda, dan Atarwaweda. Kitab Weda berisi kepercayaan terhadap Dewa, penyembahan dalam upacara ritual, mantra-mantra upacara keagamaan, dan ilmu sihir.
Melalui kajian filologi, khazanah budaya di kawasan Asia menjadi terungkap luas. Sebelum tarikh masehi, Asia merupakan kawasan yang dihuni oleh bangsa-bangsa yang telah memiliki peradaban tinggi seperti kawasan China dan India.
Masuknya bangsa barat di kawasan Timur Tengah terjadi setelah runtuhnya kekuasaan pemerintahan Islam di Timur Tengah dan kemajuan yang diraih dunia barat. Perhatian dunia barat terhadap Timur Tengah antara lain karena kemajuan dan peradaban tinggi yang pernah diraih dunia Arab dan Islam.
Perhatian para penguasa terhadap ilmu pengetahuan pada abad pertama kekuasaannya sangat besar, karena umumnya mereka sendiri merupakan seorang ulama atau ilmuwan. Almanshur misalnya, dikenal memiliki daftar buku ilmu pengetahuan yang lengkap saat itu, beliau juga sebagai perawi Hadis yang baik, serta memiliki jiwa sastra yang tinggi danjuga sebagai kritikus sastra yang tajam.
MASA AWAL ISLAM
Masa ini adalah masa kerasulan Muhammad SAW 611 M - 632 M. Pada masa ini terbagi atas dua periode yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Pada periode Makkah penekanan pada keimanan, sedangkan periode Madinah merupakan menetapan syariat (ibadat, kemasyarakatan dan pemerintahan). Kekuasaan pada masa ini masih terbatas di Jazirah Arab.
Bangsa Arab merupakan bangsa Semit yang berasal dari dua kabilah besar yaitu Kabilah Adnany di sebelah utara dan Qahthany di sebelah selatan. Bangsa Arab Adnany menjalani kehidupan nomaden dengan peternakan sebagai sumber kehidupan mereka. Sedangkan Bangsa Arab Qahthany hidup menetap dan telah memiliki peradaban tinggi. Puncak kejayaannya yaitu pada zaman kerajaan Saba' yang telah memiliki bendungan besar yaitu Ma'rib, dan kerajaan Himyar yang memiliki armada laut yang kokoh.
Sejak abad ke-33 SM, gelombang migran dari gurun Arabia masuk Mesopotamia. Mereka tinggal disepanjang lembah Eufrat dan Tiggris. Hal tersebut membuat terjadinya perubahan terhadap pola hidup dan menyebabkan proses denomadisasi berlangsung sehingga mereka menjadi bangsa yang menetap.
Pada abad ke-15, Ilmuwan Jerman bernama Gutenberg berhasil menciptakan mesin cetak. Ciptaannya ini sangat memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan filologi.