Al-Hasanah Publishing

Al-Hasanah Publishing
Punya naskah? Ingin diterbitkan jadi sebuah buku? Percayakan naskah Anda bersama penerbitan kami

Jumat, 24 September 2021

Sejarah Kesultanan Buton

Jika membahas mengenai Islam di Nusantara, tentu Kesultanan Buton patut untuk dibahas secara mendalam. Dimana Kesultanan Buton, yang secara administrasi saat ini berada di wilayah Sulawesi Tenggara, meninggalkan banyak bukti pengaruh Islam dalam menjalankan pemerintahannya serta tinggalan bendawi yang memperkuatnya. Sebelum membahas jauh mengenai Kesultanan Buton, pertama sebaiknya membahas mengenai sejarah Kesultanan Buton. 

Awal sebelum dikenal dengan istilah Kesultanan Buton, Kesultanan Buton merupakan sebuah Kerajaan yang dikenal dengan nama Kerajaan Buton atau Kerajaan Wolio. Terbentuknya Kerajaan Wolio dikaitkan dengan kedatangan Miapatamiana yaitu empat armada pada abad XIII yaitu Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, dan Sijawagkati. Keempat kepala armada tersebut, kemudian mengadakan musyawarah untuk mempersatukan diri dengan mendirikan perkampungan, maka diperintahkanlah pengikutnya untuk melakukan welia = tebas pada suatu tempat, yang berarti membuat perkampungan. Kata welia yang kemudian mejadi asal kata dari Wolio.

Kemudian, datangla Wakaka yang dikawal oleh Dungku Cangia, yang dijemput oleh segenap kelompok masyarakat dengan diusung ketempat perkampungan yang dinamai Lelemangura yang dikelilingi oleh para kepala armada yang telah datang sebelumnya dalam Keraton Wolio sekarang ini. Tempat menginjakkan kaki pertama kali di tanah Buton kemudian disebut dengan istilah Batu Popaua yang selanjutnya dijadikan sebagai tempat pelantikan Raja/Sultan.

Armada lain yang datang kemudian adalah armada yang dipimpin oleh Sibatara yang berasal dari Majapahit, kemudian datang pula armada yang dipimpin oleh Banca Patola dari Melayu, dan armada Kaundoro dari Batukara Sumatra. Sibatara kemudian dikawinkan degan Wakaka atas kesepakatan para kepala armada. Dari sinilah lahirnya Kerajaan Wolio, dimana Wakaka diangkat sebagai Raja/Ratu I, sedangkan Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, dan Sijawangkati menjadi Patalimbonga atau penasehat raja. Selain itu, Bancapatola diangkat menjadi Lakina Muna I, Dungku Cangia menjadi Raja Tobe-Tobe (wilayah Buton Barat), Raubesi diangkat menjadi Lakina Kamaru (Buton Timur). Adapun Kaundoro dan Sangia Riarana menjadi pengawal raja.

Zaman kerajaan di Buton ditandai degan dilantiknya Sibatara Wakaka sebagai Raja Buton I sekita tahun 1338 M. Raja dilantik oleh Patalimbona di Bau-Bau (Keraton Buton) pada "Batu Popaua". Papaua adalah batu bekas injakan tapak kaki Wakaka ketika pertama kali menginjakkan kakinya di Buton, yang kemudian diabadikan menjadi tempat pelantikan Raja dan Sultan Buton secara turun temurun.

Zaman kerajaan di Buton berlangsung ±200 tahun yang dipimpin oleh Raja dan Sultan:

  1. Sibatara Wakaka           (Raja I: ± 1338 - 1376)
  2. La Baluwu                    (Raja II: ± 1376 - 1415)
  3. Batara Guru                  (Raja III: ± 1415 - 1454)
  4. Tua Rade                       (Raja IV: ± 1454 - 1490)
  5. MulaE                           (Raja V: ± 1490 - 1537)
  6. Murhum (Lakilaponto) (Raja VI: ± 1537 - 1960)

Murhum (Lakilaponto), setelah dinobatkan menjadi Raja ke VI, beliau merubah struktur pemerintahan Kerajaan Buton. Beliau merubah sistem kerajaan menjadi Kesultanan, setelah beliau berhasil menjadikan Islam sebagai Agama bagi seluruh warga masyarakat Kerajaan Buton.

Tidak ada komentar: