Al-Hasanah Publishing

Al-Hasanah Publishing
Punya naskah? Ingin diterbitkan jadi sebuah buku? Percayakan naskah Anda bersama penerbitan kami

Rabu, 16 Juni 2021

Sejarah Awal Kehadiran Orang Belanda di Indonesia

Jan Pieter Coen datang di Batavia pada tahun 1619 dan mendirikan kota Batavia. Diawali dengan membangun gedung penyimpanan barang dagangan (pakhuis), yang kemudian diperkuat dengan membangun perbentengan. Istana sekaligus benteng yang dibangun oleh Coen di tepi timur Kali Ciliwung kemudian berkembang ke daerah pedalaman. Untuk menghindari luapan banjir, Coen memuat sejumlah terusan atau kanal. Rumah-tumah tempat tinggal penghuni Batavia dibangun berderet disepanjang kanal menyerupai rumah-rumah yang ada di negeri Belanda yang dibangun di sepanjang kanal (gracht). Semua bangunan tersebut berada di dalam lingkungan tembok benteng kota. Pada tahun 1650, kota Batavia sudah menjadi kota benteng dengan luas ±150 hektar.

Di Pulau Jawa, benteng seperti itu merupakan tempat tinggal orang-orang Belanda. Seluruh aktivitas termasuk perdagangan berpusat di benteng. Lambat laun, banyak pembesar Belanda yang tinggal di luar benteng setelah keamanan di luar benteng semakin terjamin dengan berkurangnya perlawanan rakyat. Walaupun demikian, semua kegiatan pemerintahan seperti penerimaan utusan bangsa asing, upacara resmi, dan pesta-pesta masih berlangsung di dalam benteng. Dengan kata lain, pusat kegiatan perekonomian kompeni berlangsung di dalam benteng.

Gubernur Jenderal Valckeiner (1737-1741) adalah pejabat tertinggi terakhir yang tinggal di dalam benteng. Setelah itu, semua gubernur jenderal penggantinya tinggal di luar benteng. Bahkan mereka telah berani untuk membangun rumah di luar tembok kota. Hal tersebut mengindikasikan pertengahan abad ke 18 Kota Batavia relatif lebih aman. Sementara itu, penguasa VOC sudah membangun pos-pos penjagaan yang diperkuat dengan benteng-benteng kecil yang berada di Ancol, Jacatra, Rijswijk, Noordwijk, Vijfhoek, dan Angke.

Petinggi VOC membangun rumah-rumah peristirahatan dan taman yang luas yang disebut dengan istilah landhuis. Bangunan ini dibuat dengan mengikuti model dan ciri yang sama dengan rumah-rumah yang ada di Belanda pada abad ke-18. Contoh peralihan ke bentuk rumah gaya Indis yang dibangun pada abad ke-18 antara lain rumah di Japan, Citrap dan Pondok Gede. Di dalam rumah tersebut, terdapat bilik-bilik berukuran luas dan banyak. Ciri tersebut menunjukkan bahwa bangunan landhuis bergaya Indis tersebut dihuni oleh banyak anggota keluarga beserta budaknya. Gaya hidup landhuizen seperti itu tidak dikenal di negeri Belanda.



Referensi:

Soekiman, Djoko. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa (Abad XVIII-Medio Abad XX). Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Tidak ada komentar: