Al-Hasanah Publishing

Al-Hasanah Publishing
Punya naskah? Ingin diterbitkan jadi sebuah buku? Percayakan naskah Anda bersama penerbitan kami

Jumat, 06 September 2019

Riwayat Penyelidikan Kepurbakalaan Islam Di Indonesia

Penelitian terhadap penyelidikan obyek-obyek kepurbakalaan Islam di negeri ini mulai timbul pada tahun 1884 yaitu ketika Museum di Jakarta pada waktu itu menerima laporan tentang temuan beberapa buah nisan kuno di Kampung Blangmeh (Pasai) dan Samudra di daerah Lhoukseumawe (Aceh). Pada kunjungan Dr. C. Snouck Hurgronje pada tahun 1899 dan Mulert tanggal 31 Maret 1901, telah direncanakan untuk mengadakan pemotretan, pemugaran, penggambaran, pembuatan abklatsch terhadap peninggalan-peninggalan Islam terutama nisan-nisan, yang terdapat di daerah Blangmeh dan Samudra. Rencana tesebut belum dapat dilaksanakan dan untuk sementara ditangguhkan hingga pembuatan jalan kereta-api Lhokseumawe-Idi selesai. 

Pada tahun 1906, dimulailah pelaksanaan rencana penyelidikan di Blangmeh dan Samudra. Akan tetapi, pada tahun 1908, pekerjaan tersebut dihentikan sementara waktu lagi. Pelaksanaan yang continue sesungguhnya baru dilakukan sejak tahun 1912 hingga tahun 1917 dan tidak terbatas di Balngmeh dan Samudra saja melainkan di tempat-tempat lain seperti Kuta-Raja dan sekitarnya. Hasil-Hasil penyelidikan dari daerah Aceh itu kesemuanya telah dikirimkan ke Jakarta dan disimpan di Kantor Dinas Purbakala. Dengan berdirinya Dinas Purbakala pada tahun 1913, maka pekerjaan itu dengan sendirinya dilaksanakan di bawah pimpinan Dinas tersebut. 

Nisan-nisan yang berasal dari daerah pantai Timur Aceh itu diantaranya diselidiki oleh beberapa orang ahli. Pada tahun 1907 Dr Snouck Hurgronye mengemukakan hasil-hasil telaah terhadap nisan-nisan yang memuat angka tahun 1407 M dan 1428 M. Pada tahun 1910 Dr. van Ronkel menaruh perhatian akan penelaahan nisan kubur Malik Ibrahim di Gresik (Jawa Timur) yang hasil bacaannya diulangi lagi oleh Dr. Th. W. Juynboll dan membaca bulan wafatnya ialah Rabi’al awwal. Hal tersebut disangkal oleh J. P. Moquette yang membacanya Rabia’al-akhir yang sesuai dengan kesucian hari. 

Pada tahun 1912 ahli tersebut telah mengemukakan pendapatnya bahwa nisan-nisan kubur yang terdapat di Pasai, Gresik menunjukkan corak persamaan dengan di India sehingga beberapa nisan yang mempunyai corak bersamaan itu diduganya berasal dari Cambay. Memasuki tahun 1913, J. P. Moquette telah melakukan penelitian dan pembacaan beberapa buah nisan yang berasal dari Kampung Samudra (Aceh). Berdasarkan perbandingan dengan cerita-sejarah yang terdapat dalam Hikayat raja-raja Pasai, Sejarah Melayu dan berita-berita asing, J. P. Moquette sampai kepada kesimpulan bahwa nama Sultan Malik as-Salih merupakan Sultan pertama atau pendirii kerajaan yang tertua bercorak Islam di Indonesia. 

Pendapat J. P. Moqutte lagi yaitu bahwa pembawa atau penyebar Islam pertama-tama ke Indonesia ialah pedagang-pedagang Muslim yang berasal dari Gujarat dan Islam memasuki daerah Samudra-Pasai itu mungkin sejak tahun 1270-1275 M. Pada tahun 1914 J. P. Moquette mengadakan kunjungan ke Aceh yaitu Kuta-Raja. Di bekas kota lama ini dan juga di beberapa tempat lainnya ditemukan beberapa makam dengan kubur dan nisan-nisan kuno. Makam-makam itu ternyata merupakan makam raja-raja yang pernah memerintah Aceh. 

Pada kwartal ketiga tahun 1915 pekerjaan di daerah Aceh menghasilkan temuan nisan bagian kaki di Peuet, Kampung Minje Tuju kabupaten Lhokseumawe. Tulisan yang termuat pada nisan tersebut menurut Dr. F. D. K. Bosch menyerupai corak Jawa-kuno akhir di Jawa-Timur. Pada sekitar tahun 1915 itu juga oleh Dinas Purbakala telah dilakukan pemotretan-pemotretan pintu makam di Kuta Gede (Yogayakarta, Pasar Gede), watu gilang yang menurut legend tempat duduk Panembahan Senapati, makam Aji (Pajang, Solo), kedaton Kerto (umpak-umpak batunya), tempat tidur Sultan Plered di Keraton Plered, masjid Cerana di Bone. 

Pada tahun 1916 terbitlah sebuah karangan hasil penelitian Dr. R. A. H. Hoesein Djajadiningrat mengenai salah satu diantara kepurbakalaan Islam di daerah Aceh yaitu bangunan yang dinamakan “Gunongan” yang berasal dari zaman Sultan Iskandar Muda dan dilanjutkan pada zaman Sultan Iskandar Thani. Pada tahun 1918 kepala Dinas Purbakala Dr. F. D. K. Bosch disertai oleh Dr. Schrieke menaruh perhatian kepada peninggalan-peninggalan Islam di Cirebon sebagai bukti dari kunjungannya ke tempat tersebut. 

Setelah Dr. F. D. K. Bosch mengadakan kunjungan ke daerah Cirebon, pada tahun berikutnya yakni tahun 1919 ia melakukan perjalanan meninjau kepurbakalaan Islam di kota Kudus dan Sendangduwur (Lamongan). Pada kongres ilmu bahasa, Bumi dan Bangsa di Jawa Timur yang diselenggarakan tanggal 25-26 Desember 1919 di Solo, J.P. Moquette telah membentangkan suatu obyek kepurbakalaan Islam yaitu soal nisan dari Leran (Gresik) yang tertua dan bertuliskan corak kufi. Pada tahun 1919 itu ternyata peninggalan-peninggalan Islam khususnya yang berhubungan dengan kepurbakalaannya mendapat tempat dalam Encyclopaedie van Nederlandsch-Oost Indie, tercantumkan dengan “Oudheden” (Mohammedaansche). 

Pada tahun 1920 J. P. Moquette menguatkan pendapatnya yang pernah dikemukakan delapan tahun yang lampau mengenai adanya persamaan corak antara nisan-nisan kubur di Samudra-Pasai dan Malik Ibrahim di Gresik dengan nisan-nisan kubur yang terdapat di Gujarat (Cambay). Dalam tahun itu Dr. N. J. Krom dalam bukunya tentang kesenian Jawa-Hindu juga memuat sedikit uraian kepurbakalaan Islam di Kudus yaitu perihal menaranya. 

Kembali pada soal kepurbakalaan Islam di Cirebon bahwa pada tahun itu khusus mengenai bangunan serta makam Sunan Gunung Jati mendapaat perhatian P. De Roo De La Faille yang telah meguraikan keletakannya serta hubungannya dengan sejarah orang-orang yang dimakamkan di tempat itu. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 1921 Dinas Purbakala sendiri mengadakan lagi pemotretan-pemotretan terhadap masjid di Kampung Angke, Kampung Manggaduwa, Kampung Pekojan yang kesemuanya ada di lingkungan kota Jakarta, pekerjaan serupa itu juga dilakukan terhadap kepurbakalaan Islam di Kudus dan Keraton Sultan Ternate. 

Memasuki tahun 1922 Dinas Purbakala melaksanakan penggambaran-penggambaran kelompok kepurbakalaan makam dan masjid Sendangduwur yang pada tahun 1919 telah ditinjau oleh Kepala Dinas, Dr. F. D. K. Bosch. Pada tahun 1923 berhubung dengan adanya kerusakan-kerusakan. Pada tahun 1923 berhubungan dengan adanya kerusakan-kerusakan yang dialami oleh masjid Agung Banten maka timbul usaha-usaha untuk perbaikan dengan dibentuknya suatu komisi dimana Dinas Purbakala diserahi untuk membuat rencana, biaya serta pembinaannya sekali. Selain itu Dinas Purbakala tetap melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat pemotretan-pemotretan untuk keperluan dokumentasi. Sedangkan A.W.P. Holwerda telah mengupas dan menelaah sebuah candra sangkala yang terdapat di makam Madengan Sampang 51. 

Pada tahun 1926 agaknya Dinas Purbakala mempunyai perhatian terhadap kepurbakalaan Islam yang terdapat di pulau Madura di mana sejumlah bangunan: kraton, kuburan, di Bangkalan mulai dipotret sebagai langkah pertama kepada penyelidikan-penyelidikan terhadapnya. Pada tahuin itu juga terbitlah sebuah buku bergambar masjid-masjid dan makam-makam baik yang tergolong kuno maupun yang agak baru yang terdapat di Indonesia dan di beberapa negeri Islam Lainnya. 

Pada tahun 1927 oleh  Dinas Purbakala diterima lempengan tembaga yang kemudian diserahkan kepada Dr. Hoesein Djajadiningrat untuk ditranskripsikan serta diselidikinya. Lempengan tembaga itu merupakan piagam dari kanjeng Sultan Ratu Ahmad Najamuddin (1812-1818) untuk prawitan dan lurah-lurah di Sindanghulupana (Lampung). Pada permulaan tahun 1928 Dinas Purbakala merencanakan pembiayaan untuk perbaikan kembali bagian-bagian bangunan di keratin Kesepuhan. Bukan hanya membuat rencana biaya itu saja melainkan juga member petunjuk serta member tenaga pimpinan dan melaksanakan perbaikan kembali bangunan-bangunan itu. 

Apabila pada tahun 1928 beberapa bagian dari bangunan keratin Kesepuhan telah mengalami perbaikan maka pada tahun 1930 bangunan pendopo dan bangunan di halaman depan keraton Sitinggil Bangsal Dalem memerlukan pembinaan kembali dengan segera. Pada tahun 1930 Dr. F.D.K. Bosch telah memberitakan tentang beberapa alat pusaka kerajaan dari Pagar Ruyung. Pada tahun tersebut Dr. C.F. Pijper membicarakan runtuhan-runtuhan bekas masjid-masjid kuno Mangga Dua, Angke dan Sendangduwur. 

Pada tahun 1937 Dinas Purbakala masih mengerjakan perbaikan bangunan-bangunan kepurbakalaan Islam di daerah Cirebon. Tetapi penyelidikan di daerah Yogyakarta terhadap pasanggrahan Sultan yang dikirakan dari abad ke 18-19 sudah selesai. Memasuki tahun 1938 kecuali meneruskan pekerjaan perbaikan di Cirebon maka dimulailah perbaikan terhadap kepurbakalaan Islam di desa Sendangduwur, kecamatan Paciran, kabupaten Lamongan. 

Pada tahun  1938 itu Dr. K.C. Crucq menaruh perhatian akan penyelidikan meriam-meriam yang terdapat di Kraton Surakarta, dan tempat-tempat bekas Kesulatanan Banten. Tahun 1938 itu G.L. Tichelman telah menterjemahkan dan menyelidiki sarakata-sarakata yang berasal dari Samalanga (Aceh) sebagai lanjutan telaahan sarakata-sarakata dari masa Sultan-Sultan Aceh yang pernah diterbitkan pada tahun 1933. Pada tahun itu juga Dr. H.K.J. Cowan meneliti empat buah mata uang emas temuan dari daerah Samudra-Pasai (Aceh) yang belum pernah dikemukakan ahli-ahli lainnya. 

Pekerjaan yang dilakukan Dinas Purbakala pada tahun 1939 ialah melanjutkan perbaikan kembali kerusakan-kerusakan kepurbakalaan Islam di Sendangduwur. Pekerjaan tersebut dilakukan atas kerjasama dengan pemerintah daerah. Pada tahun 1940, Dinas Purbakala menyelesaikan pekerjaan terhadap masjid Panjunan di Cirebon, masjid dan makam di Sendangduwur. 

Di luar Dinas Purbakala terdapat kegiatan-kegiatan penyelidikan terhadap kepurbakalaan Islam yang dilakukan oleh G.L. Tichelman dan H.J. Cowan. Ahli yang disebut lebih dahulu telah mengupas perihal kuburan seorang sultan wanita di kelompok kuburan Kuta Kareueng-Aceh. Dalam pada itu Dr. H.J. Cowan telah meneliti sebuah nisan-kubur temuan di meunasah Manchang atau meunasah Pi di gampong Ulee Balang, Lhouksumawe (Aceh). 

Apabila pada tahun 1940 terhadap makam Sunan Derajat oleh Dinas Purbakala baru dilakukan pemotretan maka pada awal tahun 1941 mulai diadakan pembinaannya.  Di samping itu juga Dinas Purbakala telah memberikan petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihat untuk pembinaan kembali tembok halaman makam raja-raja di Kutagede. 

Pada tahun 1947 kepurbakalaan Islam yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan ditinjau petugas-petugas Dinas Purbakala. Maksud peninjauan itu ialah untuk menentukan langkah perbaikan-perbaikannya kelak. Pada tahun itu Dr. G.F. Pijper telah mengadakan penyelidikan terhadap menara-menara serta masjid-masjid kuno di Indonesia yang hasilnya dimuat dalam “India Antiqua” dengan mempergunakan judul: “The Minaret in Java”. Pijper telah memberikan pandangan-pandangan penting perihal kepurbakalaan Islam di Indonesia khususnya mengenai corak menara beserta corak bangunan-bangunan masjid. 

Pendapat Pijper perihal atap perihal atap masjid kuno di Indonesia berhubung tradisi kesenian corak meru itu sebenarnya telah dikemukakan oleh Dr. K. Hidding pada sekitar tahun 1933. Kecuali itu ia berannggapan bahwa pataka atau mastaka yaitu penutup atap masjid merupakan motif gunung meru. Soal corak masjid-masjid kuno di Indonesia itu menimbulkan perhatian dikalangan ahli-ahli sehingga pada tahun 1947 itu Dr. H.J. De Graaf mencoba mencari dari mana pengaruh-pengaruh kesenian bangunan itu asalnya. 

Pada tahun 1948 peninggalan-peninggalan Islam di daerah Sulawesi Selatan yang ditinjau oleh petugas-petugas Dinas Purbakala yaitu makam-makam di Bontobiraeng, Tamalate, Tallo dan Watang Lamuru, pembinaannya mulai dilaksanakan. Yang banyak menarik perhatian bagi penyelidikan ilmu purbakala Islam ialah kubur-kubur nisan-nisannya berukuran serta mempunyai corak yang mengingatkan kita kepada bentuk keris dan kadang-kadang menunjukkan tonjolan-tonjolan ukiran-ukiran yang mengandung anasir-anasir megalithik. 

Tahun 1949 beberapa orang petugas Dinas Purbakala melakukan peninjauan terhadap peninggalan-peninggalan kepurbakalaan Islam di daerah lainnya ialah di Cirebon, Banten, Kudus, dan Demak, meskipun pada masa itu masih dalam keadaan terpelihara. Pada tahun berikutnya peninggalan-peninggalan Islam di daerah Sulawesi Selatan itu baru mengalami penyelidikan-penyelidikan serta pemugaran dan pembinaannya lagi meskipun tidak lancer dan sering terpaksa dihentikan disebabkan adanya gangguan keamanan dan lain sebagainya. 

Kemudian pada tahun 1950 itu petuga Dinas Purbakala melakukan peninjauan terhadap peninggalan-peniggalan Islam di Derajat, Sendangduwur dan di tempat-tempat lainnya. Sebaliknya, makam Malik Ibrahim di Gresik yang perbaikannya telah direncanakan sejak tahun 1948, baru dapat dilakukan pelaksanaannya hingga pada tahun 1953 dapat diselesaikan. Pada tahun 1954 peninggalan kepurbakalaan Islam yang terdapat di sekitar Palembang dan Jambi di Sumatra mendapat peninjauan dari ahli-ahli purbakala yang pada waktu itu bertugas mengadakan ekspedisi ke daerah Sumatra Selatan. Pada tahun peninjauan itu kelompok makam-makam di Gedeng Suro dan Panembahan menunjukkan kurang terpeliharanya. 

Dalam pada itu peninggalan-peninggalan kepurbakalaan Islam di daerah Jawa sendiri juga mendapat peninjauan-peninjauan dari Dinas Purbakala. Di luar Dinas Purbakala tampak perhatian akan peninggalan-peninggalan Islam di Indonesia itu dengan adanya beberapa penerbiatan mengenai hal itu. Diantaranya ialah Haji Abubakar berhasil menerbitkan bukunya yang berjudul “Sedjarah Mesdjid dan Amal Ibadah dalamnya” dimana terdapat pula secara khusus pembicaraan masjid-masjid di Indonesia baik yang tergolong purbakala maupun yang baru. Kecuali Haji Abubakar maka pada tahun berikutnya seorang ahli epigrafi yang kenamaan yaitu L.Ch. Damais telah menerbitkan hasil telaahannya mengenai nisan-nisan kubur yang terdapat di daerah Tralaya. Pada tahun 1958 R.L. Mellema di dalam bukunya: “Een Intrerpretatie van de Islam” kecuali menguraikan tentang Islam di negeri-negeri lainnya juga mengenai Indonesia meskipun secara ringkas. 

Apabila pada tahun-tahun tersebut di atas tampak kegiatan di luar Dinas Purbakala maka pada tahun 1959 penyusun karangan ini, berhubung dengan minat kea rah penyelidikan obyek-obyek kepurbakalaan Islam dan sebagai petugas dari Dinas tersebut, mulai mengadakan peninjauan-peninjauan terhadapnya terutama di Sendangduwur, peninggalan Islam yang terletak di Kabupaten Lamongan di Jawa Timur. Kecuali peninjauan ke Sendangduwur juga ke tempat-tempat kepurbakalaan lainnya seperti ke Tuban, Tembayat, Demak dan sebagainya dengan maksud untuk melengkapi bahan-bahan perbandingan. 

Dalam pada itu di kalangan masyarakat ada juga peminat-peminat kepada penulisan kepurbakalaan Islam itu ialah Solichin Salam yang pernah meneliti kepurbakalaan Islam di Kudus sebagai ternyata dari karangannya yang berjudul: “Sunan Kudus Riwayat Hidup serta Perjoangannya”. Meskipun karangan itu berjudul demikian namun dibicarakan juga soal kepurbakalaannya, seperti menara, masjid dan makamnya. Buku kecil tersebut pada tahun 1962 diperbaiki susunannya dan lebih dititik beratkan kepada kepurbakalaannya sebagai ternyata pula dari judulnya yang diberikan ialah “Kudus dan Kekunoan Islam”. 

Pada tahun 1962 itu ia menerbitkan lagi sebuah buku bergambar yang berjudul “Lukisan Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia”. Pada tahun 1961 di kalangan sarjana-sarjana muncul lagi persoalan dari mana asalnya bentuk-bentuk masjid kuno di Indonesia itu. Pendapat H.J. De Graaf, W.F. Stutterheim dan lain-lainnya itu disangkal oleh Prof. Sutjipto Wirjosuparto, dalam karangannya yang dimuat dalam majalah “Fajar” nomor 21, hal. 7-8 yang berjudul “Sejarah Pertumbuhan Bangunan Masjid Indonesia”, yang lebih jelas ialah dalam karangannya yang dimuat pada buku Almanak Muhammadiyah yang ke XXII th. 1961-1962. 

Pada tahun 1963 di kalangan mahasiswa jurusan Ilmu Purbakala Fakultas Sastra Universitas Indonesia ada juga yang memilih obyek skripsinya kepurbakalaan Islam yang terdapat di Tembayat yang pernah disinggung-singgung oleh Dr. D.A. Rinkes pada tahun 1911. Sejak beberapa tahun yang lampau pada tahun 1963 ini Dinas Purbakala, mengadakan peninjauan-peninjauan di berbagai daerah kepurbakalaan Islam terutama di Pulau Jawa dan Madura. Pada tahun ini merupakan taraf pertama pendokumentasian dan peninjauan semata-mata. 
 
 
 
note:
tulisan tahun 2009, di rewrite dan dialihkan dari website pribadi penulis.

Tidak ada komentar: