Dibanyak kesempatan, selalu disebutkan bahwa arkeologi saintifik menggunakan metode saintifik, dan pengujian hipotesis berdasar pada data yang telah dikumpulkan di lapangan (Thomas,1976). Ada beberapa pertanyaan yang sering menyebutkan bahwa "apakah arkeologi itu ilmu pengetahuan?". Arkeologi dikatakan sebuah ilmu pengetahuan, jika arkeolog mengkaji masyarakat manusia masa lalu dengan penemuan kembali dan analisis data yang terdiri atas sisa material masyarakat secara ilmiah. Namun, jika kesadaran arkeolog seperti bagian dari antropologi yang mengkaji filosofi-filosofi yang tidak dapat diraba dan kepercayaan yang berkenaan dengan agama dari masyarakat masa lalu, maka arkeologi bukanlah sebuah ilmu pengetahuan.
Apakah yang dimaksud "ilmiah (scientific)"? Ilmiah merupakan sebuah cara dalam memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai bagian dari alam yang dapat diukur. Ilmiah berarti mengatur dengan sangat hati-hati setiap peraturan dalam mencari sebuah pengetahuan, dan dilaksanakan dengan sikap dan cara yang sistematik. Hal ini sangat berbeda dengan cara bidang filosofi yang berkenaan dengan keagamaan, adat istiadat, dan aliran-aliran politik. Ilmu
pengetahuan memerlukan penggunaan metode-metode dalam memperoleh pengetahuan
yang bukan hanya yang kumulatif, tetapi juga subjek yang secara terus menerus
dapat diuji dan diuji ulang. Selama
bertahun-tahun, ilmuan telah membangun prosedur umum untuk memperoleh data,
yang dikenal dengan nama metode ilmiah, yang penggunaannya menjadi semakin
melebar. Walaupun metode keilmuan telah
diterapkan kedalam cara-cara yang agak berbeda dalam botani daripada zoologi
ataupun antropologi, tetapi prinsip-prinsip dasarnya sama: mengandung
pengertian bahwa ilmu mengandung pengetahuan yang kumulatif tentang dunia real,
subjek yang terus menerus dapat diuji.
Metode ilmiah telah banyak diaplikasikan kedalam data arkeologi, dan
dia lebih banyak digunakan dalam arkeologi dalam hal mengklasifikasi sebagai
peralatan ilmiah.
Metode ilmiah. Ilmu pengetahuan membuktikan fakta-fakta
tentang alam dunia melalui observasi terhadap objek-objek, peristiwa-peristiwa,
dan fenomena. Dalam menjalankan
observasi itu, para ilmuan menjalankannya dengan menggunakan penalaran induktif atau penalaran deduktif. Kepentingan metode ilmiah, dilain pihak, tidak
bisa dipandang rendah. Pernyataan yang
baik adalah bahwa “Ilmu pengetahuan bergerak maju oleh sanggahan, dan yang
penting mengusulkan penjelasan yang lebih sesuai untuk mengetahui bahwa telah
diketemukan penjelasan baru dan lebih baik terhadap sesuatu. Mengoreksi diri secara terus menerus adalah
kunci metode ilmiah (Sharer and Ashmore, 1979).
PROSES PENELITIAN
ARKEOLOGI
Arkeologi
saat ini menjadi lebih bertambah eksplisit, ilmiah, dan canggih. Untuk memperoleh kecanggihan itu kita harus
memformulasi lebih banyak rancangan penelitian yang khusus. Pada bagian ini akan digambarkan proses
penelitian arkeologi, mulai dari formulasi rancangan penelitian sampai kepada
mempublikasikan laporan akhir penelitian.
Rancangan penelitian. Lewis
Binford adalah satu diantara para arkeolog yang pertama yang melihat keadaan
yang amat sangat mendesak untuk segera digunakannya rancangan penelitian
spesifik dalam arkeologi (Binford, 1964).
Untuk mencapai tujuan ini, dia
memerlukan studi regional, dimana penyelidikan arkeolog akan diarahkan pada
menjelaskan atau pencarian jawaban terhadap masalah-masalah khusus atau
problem-problem spesifik, dan untuk
menguji hipotesis dengan sample data yang representatif yang dapat
disingkap dari sebuah wilayah yang batasnya jelas. Sebagaimana penelitian yang begitu rumit,
tanpa rancangan penelitian yang tepat, maka kita tidak dapat memutuskan sesuatu
apapun. Di bawah pendekatan ini, masalah
penelitian itu sendiri kadang kala membatasi situs-situs yang akan diselidiki.
Rancangan
penelitian adalah prosedur formal yang berguna secara langsung untuk
melaksanakan penyelidikan arkeologi (Daniels, 1972). Rancangan penelitian itu sendiri mempunyai
dua tujuan: untuk menjamin bahwa hasil penelitian akan menjadi benar atau logis
secara keilmuan, dan untuk menjamin sejauh mungkin bahwa penelitian dapat
berlangsung secara efisien dan ekonomis.
Proses penelitian arkeologi, kemudian dikontrol oleh rancangan
penelitian yang dipegang saat tahap-tahap proyek penelitian sedang
berlangsung. Tahap-tahap ini,
selanjutnya dijabarkan, sama sekali bukan suatu hal yang diterapkan menyeluruh
pada semua proyek penelitian; walaupun “rancangan penelitian” bunyinya kaku dan
tidak fleksibel, dalam prakteknya rancangan untuk setiap proyek menjadi cukup
fleksibel untuk membolehkan perubahan dalam keseluruhan proyek penelitian
lapangan untuk memperoleh kemajuan.
Formulasi. Setiap penelitian arkeologi dimulai dengan keputusan mendasar tentang
masalah, bidang, atau daerah yang akan dipelajari. Masalah penelitian dapat berupa hal yang
mulia misalnya menentukan asal muasal masa pertanian di Southwest— proyek yang
betul-betul sangat besar—ataupun yang spesifik seperti misalnya menentukan usia
fase kedua pendirian Stonehenge.
Keputusan yang pertama akan mengidentifikasi masalah dan wilayah
geografik yang mana yang akan diselidiki.
Yang disebut belakangan bisa berupa satu situs atau seluruh wilayah
geografik. Keputusan-keputusan ini
dengan segera membatasi ruang lingkup rancangan penelitian.
Setelah masalah dan daerah telah diidentifikasi, peneliti mesti
mengerjakan pekerjaan besar lainnya yaitu latar belakang penelitian, meliputi
studi pustaka dan penyelidikan lapangan. Peneliti harus mengetahui terlebih dahulu tentang penelitian-penelitian
arkeologi terhadap masalah yang dia akan kaji, dan kemudian mempelajari
geologi, iklim, ekologi, antropologi, dan latar belakang umum dari daerah yang
akan diselidiki. Beberapa kali mengadakan kunjungan ke lapangan adalah sesuatu
yang sangat esensial yaitu untuk menguji kondisi pekerjaan lapangan dan untuk
dapat “merasakan” daerah penelitian.
Suplai air, tempat berkemah, dan sumber tenaga kerja harus pula
diidentifikasi. Izin dari pemilik lahan
untuk ekskavasi dan survei juga sangat esensial, demikian pula mungkin
diperlukan perisinan dari pemerintah setempat.
Sekurang-kurangnya beberapa pekerjaan lapangan awal dibutuhkan untuk
membantu dalam memformulasi rancangan penelitian, khususnya pada daerah yang
sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian arkeologi.
Tujuan langsung semua pekerjaan awal ini adalah untuk memperbaiki
masalah-masalah yang akan diselidiki sampai dapat memulai untuk
membatasi tujuan-tujuan khusus penelitian.
Tujuan-tujuan itu akan hampir tidak berubah termasuk menguji
hipotesis-hipotesis spesifik, yang mana yang dapat berhubungan dengan
penelitian yang pernah dilaksanakan oleh penyelidik sebelumnya, atau dengan
sepenuhnya memang suatu hal baru yang dihasilkan selama memformulasi awal
masalah penelitian. Mungkin yang lainnya
akan ditambahkan sebagai permulaan.
Membangun hipotesis dalam tahap ini adalah vital, untuk menentukan
tipe-tipe data yang akan dicari di lapangan.
Tipe-tipe ini musti dapat menjelaskan, sekurang-kurangnya dalam
pengertian umum, sebelum seseorang pergi ke lapangan.
Marilah
kita mengambil contoh dua hipotesis yang dirancang sebagai bagian dari proyek
penelitian dalam early food production
di Mesir: "Pertanian cereal
(tanaman jenis rumput-rumputan yang menghasilkan biji-bijian seperti gandum)
yang paling awal dekat Kom Ombo dikembangkan dalam masyarakat pemburu dan
pengumpul yang sebelumnya telah memanfaatkan sayur mayur liar sebagai makanan
dengan sangat intensif. Munculnya
pertanian terjadi kira-kira sebagai hasil penggiatan pengumpulan cereal liar
dan pertumbuhan populasi yang sangat cepat yang menyebabkan semakin
berkurangnya cereal liar. Jadi
orang-orang menanam cereal-cereal liar untuk kepentingan mereka sendiri."
Data macam apakah gerangan yang akan
dibutuhkan untuk menguji hipotesis-hipotesis di Kom Ombo?. Arkeolog yang memformulasi proyek penelitian
berdasarkan hipotesis tersebut di atas akan mencari :
1. situs-situs
dalam daerah dimana cereal liar mungkin dapat tumbuh, dimana kondisi pengawetan
dapat memberikan kelangsungan hidup bagi sisa-sisa tumbuhan
2. ampas-ampas
makanan dalam bentuk yang telah terkarbornisasi dan makanan sayur mayur yang
telah dibuang, serta tulang-tulang binatang yang telah dijinakkan
3. alat-alat
yang dipergunakan untuk memanen dan memproses padi-padian liar dan yang
dipelihara—batu penggiling, sabit-sabit, dan sebagainya
4. bukti-bukti
yang memberikan peranan penting misalnya tempat penyimpanan biji-bijian atau
keranjang, menunjukkan sikap kehati-hatian dalam usaha menjaga persediaan
makanan
5. situs-situs
yang pernah diokupasi berkenaan dengan kebanyakan pemburu-pengumpul dianggap
lebih luas dan berkualitas lebih tinggi dengan periode-periode singkat karena:
petani harus tetap menjaga seluruh hasil panen mereka.
Melengkapi hipotesis dengan daftar dan
berbagai jenis pembuktian nampaknya akan dipertemukan di lapangan, arkeolog
dapat merencanakan peralatan, fasilitas, dan orang-orang yang diinginkan
untuk melakukan pekerjaan. Lebih penting lagi,
proyek dapat diformulasi dengan meminta saran dari seorang ahli, yang
mempunyai pengetahuan khusus yang dibutuhkan baik di lapangan maupun di
laboratorium. Kontak yang selalu
dilakukan dengan seorang ahli akan lebih baik sebelum pekerjaan lapangan
dimulai dan juga dana yang mungkin dapat diperoleh.
Mengejutkan, ternyata dibutuhkan berbagai ahli yang diperlukan dalam
penelitian ini, bahkan dalam penyelidikan yang cukup sederhana sekalipun. Hipotesis Kom Ombo idealnya membutuhkan
bantuan berjangka pendek ataupun jangka panjang dari spesialis :
1. geolog
untuk membantu dalam membuat dating geologik situs-situs di Lembah Nil
2. ahli ilmu
tanah untuk mempelajari level okupasi dan organik tanah
3. laboratorium
radiocarbon dating untuk mengukur umur sampel karbon
4. ahli
botani untuk mengawasi pemulihan sisa-sisa tumbuhan dan untuk
meng-identifikasikannya
5. ahli dalam
analisis pollen untuk mengerjakan setiap sampel pollen yang ditemukan melalui
ekskavasi
6. zoologist
untuk mempelajari tulang-tulang binatang.
Proyek yang berskala besar dapat bekerjasama dengan beberapa orang ahli dari berbagai disiplin ilmu yang terpadu
dalam sebuah team ke lapangan—sebuah usaha yang mahal memang, tetapi kerap kali
membuahkan hasil yang penting. Kajian
tentang pertanian awal di Near East
diubah secara besar-besaran oleh Robert
Braidwood dari Universitas Chicago
dalam tahun 1950-an, ketika dia membawa sebuah team yang terdiri dari
ahli-ahli bidang tertentu ke Zagros
Mountain. Tim peneliti sanggup atau
dapat mengenali jejak-jejak permulaan pertanian dan penjinakan binatang
diantara perburu-pengumpul yang mengembara pada dataran tinggi lebih dari 9,000
tahun yang lalu (Braidwood and Howe, 1962).
Rancangan penelitian
adalah bagian yang kritis dalam manajemen sumber daya budaya. Rancangan penelitian regional bagi
daerah besar misalnya seperti San Juan
Basin di Colorado menyediakan
kerangka kerja berjangka waktu panjang (long-term
framework) bagi ratusan lingkungan kecil yang berdampak pada munculnya
berbagai studi dan proyek penelitian pada wilayah tersebut. Rancangan-rancangan penelitian yang lahir itu
bukan hanya berkonsentrasi pada satu pemikiran saja; semuanya adalah dokumen
yang tak terbaharui, tetapi berfikir tentang hal-hal apa saja dan bukti-bukti
apa saja yang menyebabkan seringnya pembaharuan dan pergantian metodologi
lapangan (Fowler, 1983).
Tahap akhir dari formulasi
proyek penelitian ialah bagaimana memperoleh dana penelitian yang cukup. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang kadang
membuat frustrasi dan memakan waktu yang banyak, untuk sumber keuangan dalam
pekerjaan arkeologi lapangan selalu didukung oleh dana yang kecil. Banyak ekskavasi yang dilaksanakan di Amerika
didanai oleh salah satu diantara National
Science Foundation—jika di dalam United States—, beberapa badan
pemerintahan misalnya National Park
Service. Beberapa organisasi pribadi
misalnya National Geographic Society
atau Wenner Gren Foundation for
Anthropological Research, mendukung pendanaan ekskavasi. Beberapa penyandang dana membatasi dukungan
pendanaan mereka dalam kajian atau topik-topik tertentu atau topik yang
spesifik. L.S.B. Leakey Foundation di Pasadena
hanya mendukung pendanaan bagi penelitian tentang tingkah laku primate dan asal
muasal perbedaan manusia dan beberapa tipe pekerjaan lapangan antropologi yang
penting. Segelintir arkeolog yang ahli
dalam sokongan pendanaan yang dipakai untuk pekerjaaan dan jangka waktu yang
besar. tetapi beberapa ekskavasi,
misalnya the Koster Project yang
dilakukan terhadap situs hunter-gatherer di Illinois (Brown and Struever,
1973), mengandalkan dengan perlahan-lahan donasi-donasi pribadi. Penyelenggara menghabiskan banyak waktu dalam
pengadaan dana untuk mendukung setiap musim penelitian lapangan dan pekerjaan
laboratorium berikutnya.
Pengumpulan data. Ketika tim
lapangan dibangun dan dana telah berada ditangan, sesungguhnya pelaksanaan
proyek telah dimulai. Langkah pertama
ialah mendapatkan peralatan, menyusun camp-camp hunian, dan mengorganisir tim
peneliti di lapangan. Saat prosedur ini
selesai dilaksanakan, sesungguhnya pengumpulan data dapat dimulai. Pengumpulan data meliputi dua proses dasar:
menetapkan dan melaksanakan survei situs, dan melaksanakan ekskavasi ilmiah
secara hati-hari terhadap situs yang terpilih.
Menentukan dan menetapkan situs-situs
arkeologi ialah langkah pertama pengumpulan data. Seperti
reconnais-sance dapat dicapai dengan berjalan kaki, kendaraan, atau bahkan di
belakang gerobak. Keragaman teknik yang
digunakan sebetulnya untuk memastikan bahwa sampel situs yang menjadi contoh
telah ditemukan atau ditetapkan melalui penyelidikan yang seksama sebelum
diadakan ekskavasi. Kemudian permukaan
situs diperhatikan secara hati-hati dan sampel yang terletak dipermukaan tanah
dikumpulkan, untuk merekam sebanyak mungkin perkiraan-perkiraan tentang lokasi
tanpa mengeluarkan biaya ekskavasi.
Rekaman ini dapat termasuk fotografi, beberapa survei dan
pengukuran-pengukuran, dan bahkan beberapa pemeriksaan situs dengan bor atau
peralatan remote sensing. Kenyataannya,
lebih banyak informasi yang dapat dikumpulkan dari survei permukaan dari pada
yang diperoleh dari ekskavasi.
Ekskavasi-ekskavasi arkeologi adalah akhir
dari perekaman ciri-ciri atau fitur yang terletak di bawah permukaan tanah dan
proveniencenya, ataupun ketepatan hubungan antara artefak dalam situs. Berbagai macam teknik yang dapat digunakan
untuk mengumpulkan dan merekam data arkeologi yang terletak di bawah tanah.
Ruang lingkup ekskavasi arkeologi pada kenyataannya dapat dibedakan mulai
dari tests pit yang kecil hingga penyelidikan terhadap ruang lingkup besar pada daerah
situs misalnya ceruk Meadowcroft di lembah Ohio, dimana ekskavasi dilangsungkan
dalam banyak musim penelitian (Adovasio and others, 1975).
Prosesing, Analisis, dan
Interpretasi Data. Hasil akhir ekskavasi yang
dilakukan berbulan-bulan biasanya memiliki akumulasi data yang banyak. Kotak di atas kotak pecahan
tembikar, alat-alat batu, tulang-tulang, dan temuan lainnya yang tertimbun di
laboratorium lapangan, harus dibersihkan, dilabel, dan dipilah-pilah. Ratusan slide dan foto harus segera diproses
dan dikatalogkan. Gulungan gambar dengan
informasi yang penting tentang provinience temuan yang berasal dari kotak
ekskavasi juga akan dikatalogkan. Lantas ada juga contoh-contoh radiocarbon dan pollen, benda-benda kubur,
dan temuan khusus lainnya yang membutuhkan pemeriksaan oleh ahlinya. Langkah pertama dalam prosesing data,
kemudian dimulai di situs ketika temuan-temuan dibersihkan,
dipilah-pilah, memberikan perlakuan yang cukup agar temuan tetap awet untuk
diangkut ke laboratorium arkeologi, untuk diperiksa lebih dalam lagi.
Analisis yang terperinci
terhadap data dilaksanakan—kadang-kadang untuk beberapa bulan lamanya—di
laboratorium yang mempunyai fasilitas selayaknya tempat pekerjaan
penelitian. Analisis-analisis tersebut
bukan hanya mengklasifikasi artefak dan mengidentifikasi material dari mana
suatu benda dibuat, tetapi juga mengkaji sisa-sisa makanan, sampel pollen, dan
sumber informasi kunci lainnya. Semua
analisis tersebut dirancang untuk melengkapi informasi bagi interpretasi
rekaman arkeologi. Beberapa alat uji,
misalnya radiocarbon dating atau
analisis pollen, dilaksanakan di
laboratorium dengan peralatan teknik yang penting.
Mengiterpretasi hasil
klasifikasi dan analisis data secara seksama meliputi bukan hanya menyatukan
semua informasi yang berasal dari penyelidikan, tetapi final testing dasar hipotesis yang diformulasi pada awal dimulainya
proyek. Ujian tersebut menghasilkan
model-model untuk rekonstruksi dan menjelaskan hal ikhwal tentang masa
prasejarah dari situs atau wilayah penelitian.
Publikasi. Tanggung jawab akhir arkeolog adalah mempublikasikan hasil proyek
penelitiannya. Ekskavasi arkeologi
sesungguhnya merusak semua bagian situs; kecuali bila penyelidik menerbitkan
hasilnya, informasi ilmiah yang vital akan hilang selamanya. Penerbitan laporan ilmiah yang ideal bukan
hanya rancangan penelitian dan hipotesis yang pernah diformulasikan, tetapi
juga data-data yang digunakan untuk mengujinya dan untuk mengiterpretasi situs
atau wilayah, sehingga pemeriksaan yang sama dapat dicontoh oleh yang lainnya
(Grinsell, Rahtz, and Williams, 1970).
Semua penelitian
arkeologi adalah kumulatif, dalam
pengertian bahwa setiap penyelidikan pada akhirnya akan digantikan oleh
pekerjaan berikutnya, yang menggunakan metode-metode yang lebih baik
dan telah diperbaiki untuk menemukan dan dengan penambahan
pendekatan-pendekatan analisis baru. Tetapi
kecuali bila setiap arkeolog menerbitkan hasil akhir pekerjaannya yang sudah
selesai, mata rantai penelitian tidak selesai, dan fragmen sejarah manusia akan
menghilang ke dalam keadaan yang terlupakan.
Ini adalah sesuatu yang menyedihkan, bahwa publikasi selalu jauh dibelakang
ekskavasi. Alasannya: ekskavasi jauh
lebih menyenangkan dari pada menulis laporan.
Suatu alasan sama selaki tidak kuat untuk diterima !.
REFERENSI BACAAN:
Binford, Lewis R. “A Consideration of Archaeological Research
Design.” American Antiquity 29:
425—441
Dancey, H.S. Archaeological
Field Methods: An introduction. Minneapolis: Burgess, 1981
Hester, Thomas R., J. Shafer, and Robert F. Heizer, Field
Methods in Archaology. Menlo
Park: Mayfield, 1985
Thomas, David Hurst. Predicting the Past: An
Introduction to Anthropological Archa-eology. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1976.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.