Al-Hasanah Publishing

Al-Hasanah Publishing
Punya naskah? Ingin diterbitkan jadi sebuah buku? Percayakan naskah Anda bersama penerbitan kami

Rabu, 20 Maret 2019

Arkeologi: Ilmu Pengetahuan dan Metode Ilmiah



Dibanyak kesempatan, selalu disebutkan bahwa arkeologi saintifik menggunakan metode saintifik, dan pengujian hipotesis berdasar pada data yang telah dikumpulkan di lapangan (Thomas,1976). Ada beberapa pertanyaan yang sering menyebutkan bahwa "apakah arkeologi itu ilmu pengetahuan?". Arkeologi dikatakan sebuah ilmu pengetahuan, jika arkeolog mengkaji masyarakat manusia masa lalu dengan penemuan kembali dan analisis data yang terdiri atas sisa material masyarakat secara ilmiah. Namun, jika kesadaran arkeolog seperti bagian dari antropologi yang mengkaji filosofi-filosofi yang tidak dapat diraba dan kepercayaan yang berkenaan dengan agama dari masyarakat masa lalu, maka arkeologi bukanlah sebuah ilmu pengetahuan.

Apakah yang dimaksud "ilmiah (scientific)"? Ilmiah merupakan sebuah cara dalam memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai bagian dari alam yang dapat diukur. Ilmiah berarti mengatur dengan sangat hati-hati setiap peraturan dalam mencari sebuah pengetahuan, dan dilaksanakan dengan sikap dan cara yang sistematik. Hal ini sangat berbeda dengan cara bidang filosofi yang berkenaan dengan keagamaan, adat istiadat, dan aliran-aliran politik. Ilmu pengetahuan memerlukan penggunaan metode-metode dalam memperoleh pengetahuan yang bukan hanya yang kumulatif, tetapi juga subjek yang secara terus menerus dapat diuji dan diuji ulang.  Selama bertahun-tahun, ilmuan telah membangun prosedur umum untuk memperoleh data, yang dikenal dengan nama metode ilmiah, yang penggunaannya menjadi semakin melebar.  Walaupun metode keilmuan telah diterapkan kedalam cara-cara yang agak berbeda dalam botani daripada zoologi ataupun antropologi, tetapi prinsip-prinsip dasarnya sama: mengandung pengertian bahwa ilmu mengandung pengetahuan yang kumulatif tentang dunia real, subjek yang terus menerus dapat diuji.  Metode ilmiah telah banyak diaplikasikan kedalam data arkeologi, dan dia lebih banyak digunakan dalam arkeologi dalam hal mengklasifikasi sebagai peralatan ilmiah.

Metode ilmiah.  Ilmu pengetahuan membuktikan fakta-fakta tentang alam dunia melalui observasi terhadap objek-objek, peristiwa-peristiwa, dan fenomena.  Dalam menjalankan observasi itu, para ilmuan menjalankannya dengan menggunakan penalaran induktif atau penalaran deduktif. Kepentingan metode ilmiah, dilain pihak, tidak bisa dipandang rendah.  Pernyataan yang baik adalah bahwa “Ilmu pengetahuan bergerak maju oleh sanggahan, dan yang penting mengusulkan penjelasan yang lebih sesuai untuk mengetahui bahwa telah diketemukan penjelasan baru dan lebih baik terhadap sesuatu.  Mengoreksi diri secara terus menerus adalah kunci metode ilmiah (Sharer and Ashmore, 1979).



PROSES PENELITIAN ARKEOLOGI 
Arkeologi saat ini menjadi lebih bertambah eksplisit, ilmiah, dan canggih.  Untuk memperoleh kecanggihan itu kita harus memformulasi lebih banyak rancangan penelitian yang khusus.  Pada bagian ini akan digambarkan proses penelitian arkeologi, mulai dari formulasi rancangan penelitian sampai kepada mempublikasikan laporan akhir penelitian.
 

Rancangan penelitian.  Lewis Binford adalah satu diantara para arkeolog yang pertama yang melihat keadaan yang amat sangat mendesak untuk segera digunakannya rancangan penelitian spesifik dalam arkeologi (Binford, 1964).  Untuk mencapai tujuan ini,  dia memerlukan studi regional, dimana penyelidikan arkeolog akan diarahkan pada menjelaskan atau pencarian jawaban terhadap masalah-masalah khusus atau problem-problem spesifik, dan untuk  menguji hipotesis dengan sample data yang representatif yang dapat disingkap dari sebuah wilayah yang batasnya jelas.  Sebagaimana penelitian yang begitu rumit, tanpa rancangan penelitian yang tepat, maka kita tidak dapat memutuskan sesuatu apapun.  Di bawah pendekatan ini, masalah penelitian itu sendiri kadang kala membatasi situs-situs yang akan diselidiki.

Rancangan penelitian adalah prosedur formal yang berguna secara langsung untuk melaksanakan penyelidikan arkeologi (Daniels, 1972).  Rancangan penelitian itu sendiri mempunyai dua tujuan: untuk menjamin bahwa hasil penelitian akan menjadi benar atau logis secara keilmuan, dan untuk menjamin sejauh mungkin bahwa penelitian dapat berlangsung secara efisien dan ekonomis.  Proses penelitian arkeologi, kemudian dikontrol oleh rancangan penelitian yang dipegang saat tahap-tahap proyek penelitian sedang berlangsung.  Tahap-tahap ini, selanjutnya dijabarkan, sama sekali bukan suatu hal yang diterapkan menyeluruh pada semua proyek penelitian; walaupun “rancangan penelitian” bunyinya kaku dan tidak fleksibel, dalam prakteknya rancangan untuk setiap proyek menjadi cukup fleksibel untuk membolehkan perubahan dalam keseluruhan proyek penelitian lapangan untuk memperoleh kemajuan.
 

Formulasi. Setiap penelitian arkeologi dimulai dengan keputusan mendasar tentang masalah, bidang, atau daerah yang akan dipelajari.  Masalah penelitian dapat berupa hal yang mulia misalnya menentukan asal muasal masa pertanian di Southwest— proyek yang betul-betul sangat besar—ataupun yang spesifik seperti misalnya menentukan usia fase kedua pendirian Stonehenge.  Keputusan yang pertama akan mengidentifikasi masalah dan wilayah geografik yang mana yang akan diselidiki.  Yang disebut belakangan bisa berupa satu situs atau seluruh wilayah geografik.  Keputusan-keputusan ini dengan segera membatasi ruang lingkup rancangan penelitian.

Setelah masalah dan daerah telah diidentifikasi, peneliti mesti mengerjakan pekerjaan besar lainnya yaitu latar belakang penelitian, meliputi studi pustaka dan penyelidikan lapangan.  Peneliti harus mengetahui terlebih dahulu tentang penelitian-penelitian arkeologi terhadap masalah yang dia akan kaji, dan kemudian mempelajari geologi, iklim, ekologi, antropologi, dan latar belakang umum dari daerah yang akan diselidiki. Beberapa kali mengadakan kunjungan ke lapangan adalah sesuatu yang sangat esensial yaitu untuk menguji kondisi pekerjaan lapangan dan untuk dapat “merasakan” daerah penelitian.  Suplai air, tempat berkemah, dan sumber tenaga kerja harus pula diidentifikasi.  Izin dari pemilik lahan untuk ekskavasi dan survei juga sangat esensial, demikian pula mungkin diperlukan perisinan dari pemerintah setempat.  Sekurang-kurangnya beberapa pekerjaan lapangan awal dibutuhkan untuk membantu dalam memformulasi rancangan penelitian, khususnya pada daerah yang sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian arkeologi.

Tujuan langsung semua pekerjaan awal ini adalah untuk memperbaiki masalah-masalah yang akan diselidiki sampai dapat memulai untuk membatasi tujuan-tujuan khusus penelitian.  Tujuan-tujuan itu akan hampir tidak berubah termasuk menguji hipotesis-hipotesis spesifik, yang mana yang dapat berhubungan dengan penelitian yang pernah dilaksanakan oleh penyelidik sebelumnya, atau dengan sepenuhnya memang suatu hal baru yang dihasilkan selama memformulasi awal masalah penelitian.  Mungkin yang lainnya akan ditambahkan sebagai permulaan.  Membangun hipotesis dalam tahap ini adalah vital, untuk menentukan tipe-tipe data yang akan dicari di lapangan.  Tipe-tipe ini musti dapat menjelaskan, sekurang-kurangnya dalam pengertian umum, sebelum seseorang pergi ke lapangan.

Marilah kita mengambil contoh dua hipotesis yang dirancang sebagai bagian dari proyek penelitian dalam early food production di Mesir: "Pertanian cereal (tanaman jenis rumput-rumputan yang menghasilkan biji-bijian seperti gandum) yang paling awal dekat Kom Ombo dikembangkan dalam masyarakat pemburu dan pengumpul yang sebelumnya telah memanfaatkan sayur mayur liar sebagai makanan dengan sangat intensif.  Munculnya pertanian terjadi kira-kira sebagai hasil penggiatan pengumpulan cereal liar dan pertumbuhan populasi yang sangat cepat yang menyebabkan semakin berkurangnya cereal liar.  Jadi orang-orang menanam cereal-cereal liar untuk kepentingan mereka sendiri."

Data macam apakah gerangan yang akan dibutuhkan untuk menguji hipotesis-hipotesis di Kom Ombo?.  Arkeolog yang memformulasi proyek penelitian berdasarkan hipotesis tersebut di atas akan mencari :
1. situs-situs dalam daerah dimana cereal liar mungkin dapat tumbuh, dimana kondisi pengawetan dapat memberikan kelangsungan hidup bagi sisa-sisa tumbuhan
2. ampas-ampas makanan dalam bentuk yang telah terkarbornisasi dan makanan sayur mayur yang telah dibuang, serta tulang-tulang binatang yang telah dijinakkan
3. alat-alat yang dipergunakan untuk memanen dan memproses padi-padian liar dan yang dipelihara—batu penggiling, sabit-sabit, dan sebagainya
4. bukti-bukti yang memberikan peranan penting misalnya tempat penyimpanan biji-bijian atau keranjang, menunjukkan sikap kehati-hatian dalam usaha menjaga persediaan makanan
5. situs-situs yang pernah diokupasi berkenaan dengan kebanyakan pemburu-pengumpul dianggap lebih luas dan berkualitas lebih tinggi dengan periode-periode singkat karena: petani harus tetap menjaga seluruh hasil panen mereka.

Melengkapi hipotesis dengan daftar dan berbagai jenis pembuktian nampaknya akan dipertemukan di lapangan, arkeolog dapat merencanakan peralatan, fasilitas, dan orang-orang yang diinginkan untuk melakukan pekerjaan.  Lebih penting lagi, proyek dapat diformulasi dengan meminta saran dari seorang ahli, yang mempunyai pengetahuan khusus yang dibutuhkan baik di lapangan maupun di laboratorium.  Kontak yang selalu dilakukan dengan seorang ahli akan lebih baik sebelum pekerjaan lapangan dimulai dan juga dana yang mungkin dapat diperoleh.  Mengejutkan, ternyata dibutuhkan berbagai ahli yang diperlukan dalam penelitian ini, bahkan dalam penyelidikan yang cukup sederhana sekalipun.  Hipotesis Kom Ombo idealnya membutuhkan bantuan berjangka pendek ataupun jangka panjang dari spesialis :
1. geolog untuk membantu dalam membuat dating geologik situs-situs di Lembah Nil
2. ahli ilmu tanah untuk mempelajari level okupasi dan organik tanah
3. laboratorium radiocarbon dating untuk mengukur umur sampel karbon
4. ahli botani untuk mengawasi pemulihan sisa-sisa tumbuhan dan untuk meng-identifikasikannya
5. ahli dalam analisis pollen untuk mengerjakan setiap sampel pollen yang ditemukan melalui ekskavasi
6.  zoologist untuk mempelajari tulang-tulang binatang.

Proyek yang berskala besar dapat bekerjasama dengan beberapa orang ahli dari berbagai disiplin ilmu yang terpadu dalam sebuah team ke lapangan—sebuah usaha yang mahal memang, tetapi kerap kali membuahkan hasil yang penting.  Kajian tentang pertanian awal di Near East diubah secara besar-besaran oleh Robert Braidwood dari Universitas Chicago dalam tahun 1950-an, ketika dia membawa sebuah team yang terdiri dari ahli-ahli bidang tertentu ke Zagros Mountain.  Tim peneliti sanggup atau dapat mengenali jejak-jejak permulaan pertanian dan penjinakan binatang diantara perburu-pengumpul yang mengembara pada dataran tinggi lebih dari 9,000 tahun yang lalu (Braidwood and Howe, 1962).

Rancangan penelitian adalah bagian yang kritis dalam manajemen sumber daya budaya.  Rancangan penelitian regional bagi daerah besar misalnya seperti San Juan Basin di Colorado menyediakan kerangka kerja berjangka waktu panjang (long-term framework) bagi ratusan lingkungan kecil yang berdampak pada munculnya berbagai studi dan proyek penelitian pada wilayah tersebut.  Rancangan-rancangan penelitian yang lahir itu bukan hanya berkonsentrasi pada satu pemikiran saja; semuanya adalah dokumen yang tak terbaharui, tetapi berfikir tentang hal-hal apa saja dan bukti-bukti apa saja yang menyebabkan seringnya pembaharuan dan pergantian metodologi lapangan (Fowler, 1983).

Tahap akhir dari formulasi proyek penelitian ialah bagaimana memperoleh dana penelitian yang cukup.  Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang kadang membuat frustrasi dan memakan waktu yang banyak, untuk sumber keuangan dalam pekerjaan arkeologi lapangan selalu didukung oleh dana yang kecil.  Banyak ekskavasi yang dilaksanakan di Amerika didanai oleh salah satu diantara National Science Foundation—jika di dalam United States—, beberapa badan pemerintahan misalnya National Park Service.  Beberapa organisasi pribadi misalnya National Geographic Society atau Wenner Gren Foundation for Anthropological Research, mendukung pendanaan ekskavasi.  Beberapa penyandang dana membatasi dukungan pendanaan mereka dalam kajian atau topik-topik tertentu atau topik yang spesifik.  L.S.B. Leakey Foundation di Pasadena hanya mendukung pendanaan bagi penelitian tentang tingkah laku primate dan asal muasal perbedaan manusia dan beberapa tipe pekerjaan lapangan antropologi yang penting.  Segelintir arkeolog yang ahli dalam sokongan pendanaan yang dipakai untuk pekerjaaan dan jangka waktu yang besar.  tetapi beberapa ekskavasi, misalnya the Koster Project yang dilakukan terhadap situs hunter-gatherer di Illinois (Brown and Struever, 1973), mengandalkan dengan perlahan-lahan donasi-donasi pribadi.  Penyelenggara menghabiskan banyak waktu dalam pengadaan dana untuk mendukung setiap musim penelitian lapangan dan pekerjaan laboratorium berikutnya.

Pengumpulan data.  Ketika tim lapangan dibangun dan dana telah berada ditangan, sesungguhnya pelaksanaan proyek telah dimulai.  Langkah pertama ialah mendapatkan peralatan, menyusun camp-camp hunian, dan mengorganisir tim peneliti di lapangan.  Saat prosedur ini selesai dilaksanakan, sesungguhnya pengumpulan data dapat dimulai. Pengumpulan data meliputi dua proses dasar: menetapkan dan melaksanakan survei situs, dan melaksanakan ekskavasi ilmiah secara hati-hari terhadap situs yang terpilih.
 
Menentukan dan menetapkan situs-situs arkeologi ialah langkah pertama pengumpulan data.  Seperti reconnais-sance dapat dicapai dengan berjalan kaki, kendaraan, atau bahkan di belakang gerobak.  Keragaman teknik yang digunakan sebetulnya untuk memastikan bahwa sampel situs yang menjadi contoh telah ditemukan atau ditetapkan melalui penyelidikan yang seksama sebelum diadakan ekskavasi.  Kemudian permukaan situs diperhatikan secara hati-hati dan sampel yang terletak dipermukaan tanah dikumpulkan, untuk merekam sebanyak mungkin perkiraan-perkiraan tentang lokasi tanpa mengeluarkan biaya ekskavasi.  Rekaman ini dapat termasuk fotografi, beberapa survei dan pengukuran-pengukuran, dan bahkan beberapa pemeriksaan situs dengan bor atau peralatan remote sensing.  Kenyataannya, lebih banyak informasi yang dapat dikumpulkan dari survei permukaan dari pada yang diperoleh dari ekskavasi.

Ekskavasi-ekskavasi arkeologi adalah akhir dari perekaman ciri-ciri atau fitur yang terletak di bawah permukaan tanah dan proveniencenya, ataupun ketepatan hubungan antara artefak dalam situs.  Berbagai macam teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan dan merekam data arkeologi yang terletak di bawah tanah.  Ruang lingkup ekskavasi arkeologi pada kenyataannya dapat dibedakan mulai dari tests pit yang kecil hingga penyelidikan terhadap ruang lingkup besar pada daerah situs misalnya ceruk Meadowcroft di lembah Ohio, dimana ekskavasi dilangsungkan dalam banyak musim penelitian (Adovasio and others, 1975).

Prosesing, Analisis, dan Interpretasi Data. Hasil akhir ekskavasi yang dilakukan berbulan-bulan biasanya memiliki akumulasi data yang banyak.  Kotak di atas kotak pecahan tembikar, alat-alat batu, tulang-tulang, dan temuan lainnya yang tertimbun di laboratorium lapangan, harus dibersihkan, dilabel, dan dipilah-pilah.  Ratusan slide dan foto harus segera diproses dan dikatalogkan.  Gulungan gambar dengan informasi yang penting tentang provinience temuan yang berasal dari kotak ekskavasi juga akan dikatalogkan.  Lantas ada juga contoh-contoh radiocarbon dan pollen, benda-benda kubur, dan temuan khusus lainnya yang membutuhkan pemeriksaan oleh ahlinya.  Langkah pertama dalam prosesing data, kemudian dimulai di situs ketika temuan-temuan dibersihkan, dipilah-pilah, memberikan perlakuan yang cukup agar temuan tetap awet untuk diangkut ke laboratorium arkeologi, untuk diperiksa lebih dalam lagi.

Analisis yang terperinci terhadap data dilaksanakan—kadang-kadang untuk beberapa bulan lamanya—di laboratorium yang mempunyai fasilitas selayaknya tempat pekerjaan penelitian.  Analisis-analisis tersebut bukan hanya mengklasifikasi artefak dan mengidentifikasi material dari mana suatu benda dibuat, tetapi juga mengkaji sisa-sisa makanan, sampel pollen, dan sumber informasi kunci lainnya.  Semua analisis tersebut dirancang untuk melengkapi informasi bagi interpretasi rekaman arkeologi.  Beberapa alat uji, misalnya radiocarbon dating atau analisis pollen, dilaksanakan di laboratorium dengan peralatan teknik yang penting.  

Mengiterpretasi hasil klasifikasi dan analisis data secara seksama meliputi bukan hanya menyatukan semua informasi yang berasal dari penyelidikan, tetapi final testing dasar hipotesis yang diformulasi pada awal dimulainya proyek.  Ujian tersebut menghasilkan model-model untuk rekonstruksi dan menjelaskan hal ikhwal tentang masa prasejarah dari situs atau wilayah penelitian.  

Publikasi. Tanggung jawab akhir arkeolog adalah mempublikasikan hasil proyek penelitiannya.  Ekskavasi arkeologi sesungguhnya merusak semua bagian situs; kecuali bila penyelidik menerbitkan hasilnya, informasi ilmiah yang vital akan hilang selamanya.  Penerbitan laporan ilmiah yang ideal bukan hanya rancangan penelitian dan hipotesis yang pernah diformulasikan, tetapi juga data-data yang digunakan untuk mengujinya dan untuk mengiterpretasi situs atau wilayah, sehingga pemeriksaan yang sama dapat dicontoh oleh yang lainnya (Grinsell, Rahtz, and Williams, 1970).

Semua penelitian arkeologi adalah kumulatif,  dalam pengertian bahwa setiap penyelidikan pada akhirnya akan digantikan oleh pekerjaan berikutnya, yang menggunakan metode-metode yang lebih baik dan telah diperbaiki untuk menemukan dan dengan penambahan pendekatan-pendekatan analisis baru.  Tetapi kecuali bila setiap arkeolog menerbitkan hasil akhir pekerjaannya yang sudah selesai, mata rantai penelitian tidak selesai, dan fragmen sejarah manusia akan menghilang ke dalam keadaan yang terlupakan.  Ini adalah sesuatu yang menyedihkan, bahwa publikasi selalu jauh dibelakang ekskavasi.  Alasannya: ekskavasi jauh lebih menyenangkan dari pada menulis laporan.  Suatu alasan sama selaki tidak kuat untuk diterima !.



REFERENSI BACAAN:

Binford, Lewis R. “A Consideration of Archaeological Research Design.”  American Antiquity 29: 425—441
Dancey, H.S.  Archaeological Field Methods: An introduction. Minneapolis: Burgess, 1981
Hester, Thomas R., J. Shafer, and Robert F. Heizer, Field Methods in Archaology.  Menlo Park: Mayfield, 1985
Thomas, David Hurst. Predicting the Past: An Introduction to Anthropological Archa-eology.  New York: Holt, Rinehart and Winston, 1976.


Tidak ada komentar: