Al-Hasanah Publishing

Al-Hasanah Publishing
Punya naskah? Ingin diterbitkan jadi sebuah buku? Percayakan naskah Anda bersama penerbitan kami

Sabtu, 15 Oktober 2022

Sejarah Bahan Tulis Naskah

Dari beberapa literatur filologi disebutkan beberapa bahan yang digunakan dalam penulisan naskah dibeberapa tempat.

Di Iskandariah abad ke-3 SM, naskah-naskah yang ada ketika itu ditulis pada beberapa media/bahan seperti bahan tulis yang bergulung, kemudian ada yang dari bahan papyrus media berupa kepingan (daun) yang berserat, bahan ini berasal dari daun pohon yang banyak ditemukan sepanjang Sungai Nil sekitar abad pertama dan banyak diproduksi di Syiria dan di daerah dekat kerajaan Babylonia.

Penggunaan papyrus ini kemudian meluas ke daerah lainnya, namun karena embargo ekspor dari Mesir ke wilayah lain, wilayah yang diembargo tersebut mulai mengembangkan bahan tulis dari kulit domba dan kulit sapi yang mereka sebut dengan 'perkament', 'pergamum', dan 'pergamen' di Italia (Reynold & Wilson, 1978:3).

Penggunaan bahan kertas untuk bahan menulis naskah dimulai sejak tahun 105 M di Cina. Bahan kertas ini diciptakan oleh T'sai Lun, seorang menteri pada masa pemerintahan kaisar Wu di Lui dari Dinasti Han.

Kertas itu mulai diproduksi di daerah Hunan sekitar 500 km utara Canton dan meluas penggunaannya di negeri Cina. Kertas kemudian dikenal di Korea abad ke-6M, di Jepang abad ke-7M, kemudian menuju Asia kecil, Persia dan negera-negara Timur Tengah, sesuai dengan jalur perdagangan kafilah-kafilah (Lubis, Nabilah. 1996:39-40).

Pada abad ke-8M, kertas masuk ke dunia Islam diawali terjadinya peperangan antara pasukan Cina dan seorang Gubernur Muslim bernama Ziad bin Sholeh di Samarkand. Akibatnya, sejumlah orang Cina ditawan dan diantara tawanan terdapat ahli-ahli pembuat kertas Cina. Mulai saat itu diproduksi kertas di Samarkand yang dikenal dengan nama kertas Khurasan. Kertas tersebut kemudian diekspor ke negara-negara lain hingga ke Eropa (Lubis, Nabilah. 1996:39-40).

Meluasnya perkembangan produksi dan penggunaan kertas di negeri Islam juga seiring meluasnya daerah Islam hingga ke Andalusia, turut mengantarkan kertas ke Eropa. Pada abad ke-12M, kertas mulai dikenal dan dibuat di Spanyol, kemudian Austria membawanya hingga ke Belanda. Menurut sebuah informasi, kertas tertua yang ditemukan di Belanda berangka tahun 1346 M.

Menurut Churchil (1965:5-6) disebutkan bahwa produksi kertas di Eropa mengalami perkembangan dari satu negara ke negara lain. Pabrik kertas pertama terletak  di dekat kota Amsterdam. Kemudian menginspirasi lahirnya pabrik produksi kertas di kota-kota lain di negara Eropa. Masing-masing pabrik kertas di Eropa, dari abad ke 17 - 18 M ditandai dengan cap air atau watermark yaitu cap air yang terdapat pada kertas.

Di Jawa, bahan tulisan untuk naskah Jawa Kuna misalnya, ada yang menggunakan tanah untuk media kertas oleh Kawi (penyair) untuk alat tulis. Menurut Robson dalam Nabilah Lubis (1996:37) bahwa paper yang terbuat dari tanah itu bisa dipakai berulang kali. Tulisan dalam media itu hanya untuk sementara sebelum ditulis di media lain. Bahan tulis sementara ini di Sunda dikenal dengan nama 'sabak'.

Di Jawa terdapat pula bahan penulisan naskah yang terbuat dari daun lontar, biasanya untuk naskah sebelum dan sekitar abad ke-15 M. Ada juga dluwang yaitu kertas yang dibuat dari kulit kayu. Di Sunda ada media dari daun nipah dan di Batak ada yang menggunakan bambu. (Lubis, Nabilah. 1996:37).

Selain masalah bahan alas penulisan naskah, penting juga bagi peneliti filologi untuk mengetahui tinta yang digunakan dalam penulisan naskah. Di beberapa wilayah, daerah, dan negara, penggunaan bahan tinta yang digunakan tentunya berbeda-beda.

Adapun macam-macam tinta yang digunakan untuk menulis naskah-naskah Nusantara, ada yang dari tinta Nasional: tradisional dan pabrikan, ada juga tinta yang dari Eropa (Hermansoemantri, Emuch. 2012:42)


Created by Agus Supriatna


Tidak ada komentar: